Kamis, 31 Mei 2012

KEWENANGAN BADAN HUKUM YAYASAN


NB: Dierbolehkan Untuk keperluan Pendidikan, Tapi hanya dapat sebagai Landasan sebuah   Penulisan (tugas, makalah,dll).Hargai lah hasil karya orang lain >> STOP PLAGIAT!!
@hak cipta


BAB I
PENDAHULUAN



A.     Latar Belakang Masalah

Badan hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban, dapat melakukan perbuatan hukum, dapat menjadi subyek hukum, dapat dipertanggungjawabkan seperti halnya manusia.
Menurut R. Subekti, Badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan/perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat/menggugat di depan hakim (Subekti, 2005: 19).
Salah satu Badan hukum yang ada adalah Yayasan. Yayasan merupakan bentuk badan hukum perdata, yaitu badan hukum yang didirikan dan diatur menurut hukum Perdata (Machmudin, 2003: 35).
Pada masa lalu pendirian yayasan hanya berdasarkan kebiasaan masyarakat dan yurisprudensi. Ketiadaan Undang-undang yayasan telah menimbulkan sengketa sesama organ yayasan ataupun yayasan dalam tugasnya tidak sesuai lagi dengan wewenangnya sebagaimana mestinya, sehingga terjadi tindakan-tindakan yang dapat melawan hukum.
Sekarang Undang-undang yayasan telah diatur dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2001 yang dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai yayasan, menjamin kepastian hukum dan ketertiban hukum, sehingga ada aturan yang mengatur bagaimana kewenangan yayasan sebagai suatu badan hukum yang diwakilkan oleh organ dan apa tindakan yang dapat dilakukan oleh yayasan sebagai suatu badan hukum.
Berdasarkan hal tersebut di atas dan untuk mengkaji lebih dalam wewenang dan tindakan yayasan sebagai badan hukum, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat perihal Badan hukum Yayasan dalam sebuah makalah dengan judul pilihan adalah KEWENANGAN YAYASAN SEBAGAI BADAN HUKUM


B. Rumusan Masalah

Dilandasi latar belakang masalah tersebut di atas serta agar tidak terjadi kerancuan dalam pembahasan makalah nantinya, maka penulis membatasi permasalahan dengan rumusannya yaitu
  1. Bagaimana wewenang pengurus sebagai wakil dari badan hukum yayasan ?
  2. Bagaimana yayasan sebagai suatu badan hukum bertindak terhadap organ atau  pengurusnya ?
  3. Apakah bentuk contoh kasus yang terjadi dalam lingkup badan hukum yayasan ?


C. Tujuan Penulisan

  1. Untuk mendeskripsikan wewenang pengurus sebagai wakil dari badan hukum yayasan.
  2. Untuk mendeskripsikan tindakan atau sikap badan hukum yayasan terhadap pengurus.
  3. Untuk mendeskripsikan bentuk contoh kasus yang terjadi dalam lingkup badan hukum yayasan.


D. Manfaat Penulisan

  1. Ditujukan kepada mereka yang menjadi pengurus di dalam suatu badan hukum yayasan sebagai pandangan agar terus memperbaiki kinerja mereka dalam mengurus suatu badan hukum yayasan.
  2. Secara akademis ditujukan untuk pelajar, mahasiswa, dan pengajar sebagai sumbangan Ilmu Pengetahuan dimana akan menambah wawasan pelajar, mahasiswa, pengajar mengenai kewenangan badan hukum yayasan dan bagaimana yayasan bertindak pada pengurus yang terdapat di dalamnya, sehingga mereka akan memiliki pandangan yang bagus ke depan bagaimana untuk menjadi wakil atau pengurus dengan kinerja yang bagus dalam suatu yayasan. Selain itu juga sebagai titik tolak bagi pelajar, mahasiswa, pengajar untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
  3. Ditujukan kepada masyarakat yaitu dapat menambah wawasan yang lebih luas mengenai badan hukum yayasan agar kedepannya masyarakat bisa ikut andil mengawasi kinerja para pengurus yayasan dari hal-hal yang bertentangan dengan hukum.



BAB II
PEMBAHASAN


A. Wewenang Pengurus sebagai Wakil dari Badan Hukum Yayasan

Pengurus menempati kedudukan sentral dalam mengendalikan yayasan dan hal ini memberikan tanggung jawab yang besar, baik kedalam maupun keluar. Dengan di Undangkannya Undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentang yayasan, maka berbagai ketentuan diatur di dalamnya mengenai pertanggungjawaban pengurus yang dapat dihubungkan dengan tugas dan wewenang yang melandasi kegiatan para pengurus tersebut.
Wewenang pengurus badan hukum yayasan adalah untuk mengurus diantaranya :
  1. Pengurus diberi tugas untuk membina yayasan sesuai dengan pembatasan yang ditentukan dalam anggaran dasar.
Jika pengurus melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama yayasan, maka anggaran dasar dapat membatasi kewenangan tersebut dengan menentukan bahwa untuk perbuatan hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari Pembina dan atau pengawas, misalnya untuk menjaminkan kekayaan yayasan guna membangun sekolah atau rumah sakit.
  1. Pengurus yayasan tidak berwenang mengadakan perikatan harta kekayaan, mengadakan pembelian, membuat utang, mengikat yayasan sebagai mitra debitur, kecuali jika dimungkinkan/dibolehkan dalam anggaran dasar.
Kewenangan bertindak pengurus yayasan, seperti halnya kewenangan bertindak pengurus suatu badan hukum dirumuskan dalam anggaran dasarnya. Dimana anggaran dasar merupakan hukum positif yang mengikat semua organ yayasan, sehingga kekuatan mengikat anggaran dasar tidak dapat dikesampingkan.
  1. Pengurus mewakili yayasan di dalam dan di luar pengadilan kecuali jika Undang-undang menentukan lain (Damawir, 1991: 58).
4. Pasal 35 ayat 3 Undang-Undang yayasan No. 16 Tahun 2001 menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan yayasan (Chatamarrasjid, 2006: 106).


    B. Tindakan Badan Hukum Yayasan Terhadap Organ/Pengurusnya

    Pertanggungjawaban pengurus merupakan landasan kegiatan para pengurus pada tugas dan wewenangnya. Mengenai kewenangan bertindak pengurus serta pertanggungjawaban yayasan sebagai suatu badan hukum atas tindakan-tindakan yang dilakukan pengurus terhadap pihak ketiga, maka disini pengurus yayasan mewakili yayasan di dalam dan di luar Pengadilan.
    Dalam hubungan ini ada dua sisi yang harus diperhatikan, yaitu kekuasaan pengurus untuk mewakili, guna bertindak untuk serta atas nama yayasn. Sedangkan pada sisi lain, kewenangan pengurus mewakili yayasan ataupun kewenangan bertindak pengurus dengan segala persyaratan serta pembatasannya sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar. Standard of Care and Diligence untuk pengurus mensyaratkan pengurus untuk bertindak pada tindakan yang patut dari suatu kehati-hatian, sesuai dengan kewenangan atau ketidaksewenangan (Chatamarrasjid, 2006: 111).
    Maka yayasan sebagai badan hukum dalam bertindak diwakilkan oleh pengurusnya dimana tindakan tersebut bersumber dari kontrak, kepatutan/kewajaran, peraturan perundang-undangan serta anggaran dasar.


    C. Bentuk Contoh Kasus yang Terjadi dalam Lingkup Badan Hukum Yayasan

    Berbagai macam kasus yang terjadi dalam lingkup badan hukum yayasan, baik yang berhubungungan dengan lingkungan luar maupun yang terjadi dalam badan hukum yayasan itu sendiri. Bentuk contoh kasusnya diantara lain adalah :
    1. Penyelewengan penggunaan uang negara oleh mantan presiden Soeharto(Alm).
    Perkara yang melibatkan Almarhum Soeharto dalam kasus-kasus kepemilikan berbagai yayasan, Soeharto ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan penyelewengan penggunaan uang negara oleh tujuh buah yayasan yang diketuainya, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora.
    Seperti pada Yayasan Supersemar, kasus ini menunjukkan bahwa terjadinya Pelanggaran terhadap anggaran dasar yayasan, tepatnya melanggar ketentuan Pasal 5 tentang kekayaan negara, yang telah disepakati di Notaris yang telah ditunjuk (Lismawati, 2009)
    1. Jabatan rangkap dalam tubuh pengelolaan Yayasan Sawit Anggur Jambi
    Sebuah yayasan sosial di Kotamadya Jambi yang pendirinya terdiri dari lima orang yang kesemuanya duduk dalam kepengurusan sebagai; Ketua, Wakil, Sekretaris, dan Bendahara (Saragi, 1991: 54).
    Masih banyak lagi hal yang seperti ini terjadi di Badan Hukum Yayasan lainnya. Jika dibandingkan keadaan di atas dengan administrasi sekarang, terlihat adanya penyimpangan meskipun dari segi hukum tidak/belum menimbulkan masalah karena belum adanya peraturan itu, sebab dengan adanya jabatan rangkap ini akan dapat mengacaukan pembagian tugas maupun pembatasan kewenangan bertindak dari pengurus itu. Dengan adanya pembagian tugas maka dapat diketahui siapa-siapa dan di bagian mana dia didudukan sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. Sedangkan dengan adanya jabatan rangkap ini seakan-akan ada unsur memaksakan diri sendiri untuk menduduki jabatan tertentu tanpa mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki. Seakan-akan dengan adanya jabatan rangkap ini mereka ingin menguasai yayasan secara keseluruhan hingga dapat menimbulkan kesan kalau yayasan itu hanya sekedar alat untuk memperkaya diri pribadi.
    Jabatan rangkap akan menimbulkan akibat negatif  bagi kemajuan yayasan, baik itu yayasan apa saja dalam hal hubungannya dengan pihak ketiga yaitu akan terjadinya kesewenangan bertindak. Terutama akan mengacaukan masalah pertanggungjawaban dan melemahkan sistem pengawasan atau mungkin akan membuat tidak jalan sama sekali. Kepada siapa pertanggungjawaban diminta apabila pengurus yang akan mempertanggungjawabkan itu juga sebagai pendiri atau siapa yang akan mengawasi yayasan itu karena orang yang mengawasi dan orang yang diawasi itu adalah orang yang sama.
    Maka dengan adanya jabatan rangkap antara pendiri dengan pengurus pada suatu yayasan akan berakibat tidak jelasnya batas kewenangan bertindak pengurus dan akan bertentangan dengan isi anggaran dasar.




    BAB III
    PENUTUP

    A.     Simpulan

    Berdasarkan uraian-uraian pada bab pembahasan sebagai jawaban atas permasalahan yang timbul dalam bab pendahuluan makalah ini, maka dapatlah ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut.
    1. Wewenang pengurus sebagai wakil dari badan hukum yayasan
    a. Diberikan wewenang untuk membina yayasan sesuai dengan
        pembatasan yang ditentukan dalam anggaran dasar
    b. Tidak berwenang mengadakan perikatan harta kekayaan, mengadakan
        pembelian, membuat utang, mengikat yayasan sebagai mitra debitur,
        kecuali jika dibolehkan dalam anggaran dasar
    c. Mewakili yayasan di dalam dan di luar pengadilan kecuali jika Undang
        undang menentukan lain
    d. Pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan
        yayasan
    2. Tindakan badan hukum yayasan terhadap organ/pengurusnya
    Yayasan di dalam bertindak diwakilkan oleh pengurusnya dimana tindakan tersebut harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah di atur dalam anggaran dasar, jika melakukan pelanggaran yayasan akan menindaki pelanggaran tersebut sesuai aturan yang ada.
    3. Bentuk contoh kasus yang terjadi dalam lingkup badan hukum yayasan
    a. Penyelewengan penggunaan uang negara oleh mantan presiden Soeharto (Alm)
    b. Jabatan rangkap dalam tubuh pengelolaan Yayasan Sawit Anggur Jambi di kotamadya Jambi


B. Saran

Diperhatikan kesimpulan tersebut di atas serta dengan adanya kesempatan bagi penulis dalam penulisan ini, maka penulis mencoba memberikan saran-saran yang kemungkinan ada gunanya bagi penulis sendiri, para pembaca umumnya maupun pengurus/organ badan hukum yayasan pada khususnya. Adapun saran-saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut.
  1. Hendaklah diadakannya pelatihan, pendidikan, seminar, dan lain sebagainya secara rutin bagi mereka yang memiliki jabatan sebagai pengurus/organ di suatu badan hukum yayasan, tujuannya adalah agar tetap menjaga kinernya terus berkualitas sehingga dapat menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pengurus/organ itu sendiri untuk kepentingan pribadinya.
  2. Hendaklah dilakukan inspeksi atau pemantauan yang rutin oleh pejabat pemerintah atau pihak yang berwenang ke yayasan yang ada di lingkup kepemerintahannya, supaya terus adanya kontrol terhadap yayasan-yayasan yang ada untuk meniadakan/meminimalisir terjadinya pelanggaran dalam badan hukum yayasan, seperti terjadinya kepengurusan rangkap, penggunaan aliran dana yayasan dan lain sebagainya.
  1. Dalam makalah ini penulis baru bisa mengangkat masalah yang berkaitan dengan kinerja organ/pengurus badan hukum yayasan. Maka penulis menyarankan kepada pemakalah berikutnya agar diadakan pengembangan lebih lanjut dari makalah ini dengan penelaahan lebih jauh dan lebih terperinci lagi, khususnya mengenai tindakan-tindakan atau sanksi-sanksi pada pelanggaran kewenangan yang terjadi di lingkup badan hukum yayasan. 



DAFTAR PUSTAKA

Ais, Chatamarrasjid. 2006. Badan Hukum Yayasan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Damawir. 1991. Perwakilan dan Badan Hukum, Padang: Departemen Pendidikan Nasional.

Lismawati, Ita.2009. Kasus Penyelewengan Dana Yayasan, (Online), (http://vivanews.com, diakses 16 April 2011).

Machmudin, Dudu Duswara. 2003. Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: PT Refika Aditama.

Saragi, Luhut Parulian. 1991. Suatu Tinjauan tentang Pendirian Yayasan (STICHTING) Ditinjau dari Segi Hukum dan Permasalahannya di Kotamadya Jambi. Skripsi tidak diterbitkan, Jambi: Fakultas Hukum Universitas Jambi.

Subekti, S. 2005. Badan Hukum, Bandung: PT Alumni.

      



Sabtu, 26 Mei 2012

PERAN HADIST SEBAGAI SALAH SATU SUMBER HUKUM ISLAM DALAM MENGATUR SEGALA ASPEK KEHIDUPAN MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN



  1. Latar Belakang Masalah

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia sumber adalah asal sesuatu. Pada hakekatnya yang dimaksud dengan sumber hukum adalah tempat kita dapat menemukan atau menggali suatu hukum.
Hukum Islam memiliki suatu sistem. Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian dan satu sama lainnya berkaitan kebergantungan. Setiap elemen terdiri atas bagian-bagian kecil yang berkaitan tanpa dapat dipisah-pisahkan. Hukum sebagai suatu sistem sampai sekarang dikenal adanya empat sistem hukum yaitu Eropah Kontinental,sistem Hukum Anglo Saxon(Amerika), sistem Hukum Islam dan sistem Hukum Adat.
Sumber hukum islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum Islam. Sumber hukum islam disebut juga dengan istilah dalil hukum islam atau pokok hukum islam atau dasar hukum islam.Dilihat dari sumbernya-sumber hukumnya, sumber hukum islam merupakan konsepsi hukum islam yang berorientasi kepada agama dengan dasar doktrin keyakinan dalam membentuk kesadaran hukum manusia untuk melaksanakan syari’at, sumber hukumnya merupakan satu kesatuan yang berasal dari hanya firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad.
Dalam yurisprudensi Islam dikenal empat sumber utama yakni :
  1. Al Quran merupakan kitab suci agama Islam
  2. Sunnah merupakan sikap, tindakan, ucapan dan cara atau tradisi Nabi Muhammad SAW
  3. Ijma merupakan kesepakatan antara para ulama
  4. Qiyas merupakan pengkiasan dengan perkara yang telah diketahui hukumnya ( http://id.wikipedia.org/wiki/Ushul_fiqh)

    Salah satu diantara sumber hukum islam itu adalah sunnah atau Hadist, jika ditelaah maka akan dapatlah kita ketemukan keterkaitan yang erat antara hadist nabi dengan yang terkandung di dalam ayat-ayat suci Al-Quran, maka disini akan menimbulkan suatu tanda Tanya bagaimana sebenarnya peranan hadist tersebut, apakah berdiri sendiri atau sebaliknya.
    Berdasarkan hal tersebut di atas dan untuk mengkaji lebih dalam perana dari sunnah Rasul atau Hadist, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat perihal Sumber-sumber Hukum Islam dalam sebuah makalah dengan judul pilihan adalah PERAN HADIST SEBAGAI SALAH SATU SUMBER HUKUM ISLAM DALAM MENGATUR SEGALA ASPEK KEHIDUPAN MANUSIA.


    B. Rumusan Masalah

    Dilandasi latar belakang masalah tersebut di atas serta agar tidak terjadi kerancuan dalam pembahasan makalah nantinya, maka penulis membatasi permasalahan dengan rumusannya yaitu “ Bagaimana peranan Hadist sebagai salah satu sumber hukum islam dalam mengatur segala aspek kehidupan manusia?”.


    C. Tujuan Penulisan

    Tujuan penulisan makalah ini adalah ”Untuk mendeskripsikan peranan penting Hadist sebagai salah satu sumber hukum Islam dalam mengatur segala aspek kehidupan manusia”.
    D. Manfaat Penulisan
    1. Ditujukan kepada para ulama atau ahli hadist/fiqh yang menjadi kepercayaan masyarakat dalam hal yang berkaitan dengan penafsiran yang terkandung dalam hadist-hadist Rasulullah.
    2. Secara akademis ditujukan untuk pelajar, mahasiswa, dan pengajar sebagai sumbangan Ilmu Pengetahuan dimana akan menambah wawasan pelajar, mahasiswa, pengajar mengenai peran hadist Nabi di dalam mengatur segala aspek kehidupan manusia,sehingga mereka akan memiliki pandangan yang bagus ke depan bagaimana peranan hadist nabi yang erat hubungannya dengan Al-Quran. Selain itu juga sebagai titik tolak bagi pelajar, mahasiswa, pengajar untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
    3. Ditujukan kepada masyarakat yaitu dapat menambah wawasan yang lebih luas mengenai Hadist nabi sebagai salah satu sumber hukum islam agar kedepannya masyarakat dapat memahami kandungan dalam hadist-hadis yang memiliki peranan penting dalam mengatur segala aspek kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN


Sikap Islam Terhadap Rokok

Sesungguhnya Allah ta’ala mengutus Nabi Muhammad dengan petunjuk-Nya dan agama yang hak, untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya dan membersihkan serta mensucikan hati mereka dari kotoran kekufuran dan kefasikan dan membebaskan mereka dari belenggu penghambaan kepada selain Allah ta’ala.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam membersihkan manusia dari kesyirikan dan kehinaan kepada selain Allah dan memerintahkannya untuk beribadah hanya kepada Allah semata dengan merendahkan diri dan mencintai-Nya dan meminta serta memohon kepada-Nya dengan penuh harap dan takut. Dia juga mensucikan manusia dari setiap kebusukan maksiat dan perbuatan dosa, maka dia melarang manusia atas setiap perbuatan keji dan buruk yang dapat merusak hati seorang hamba dan mematikan cahayanya dan agar menghiasinya dengan akhlak mulia dan budi perkerti luhur serta pergaulan yang baik untuk membentuk pribadi muslim yang sempurna. Maka dari itu dia menghalalkan setiap sesuatu yang baik dan mengharamkan setiap yang keji,baik makanan, minuman, pakaian, pernikahan dan lainnya.ketentuan hukum rokok itu adalah bersifat khilafiyah.
Menurut Luthfi As-Syaukanie di dalam karyanya “Politik, HAM, dan Isu-Isu Teknologi dalam Fikih Kontemporer” tertulis bahwa, ketentuan hukum rokok itu adalah bersifat khilafiyah, yaitu adanya tiga pandangan. Pertama, rokok itu hukumnya haram yang beralasan kepada faktor kesehatan dan kesepakatan ahli medis. Kedua, rokok itu hukumnya makruf karena ditemukan alasan faktor kesehatan dan ditambah dengan faktor social serta ekonomi. Ketiga, rokok itu hukumnya mubah yang beralasan kepada kaidah Ushul Fiqh, yaitu “الأصل في الأشياء إباحة” (segenap sesuatu itu pada mulanya adalah mubah)
Artinya: “ … Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, …” (QS Al Hasyr : 7)
Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua, juga Rasulullah:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا اَبَدًا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةُ رَسُوْلِهِ
( رواه همام ما لك)
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah rasulnya”. (HR Imam Malik).
Secara garis besar Hadist berperan untuk memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Quran, sehingga keduanya (AL-Quran dan Hadist) menjadi sumber hukum untuk hal yang sama
Namun dari pada itu untuk lebih memperinci bagaimana peranan Hadist itu sebagai salah satu sumber hukum yang mengatur segala aspek kehidupan manusia di samping Al-Quran dan sebagai penguat dari Al-Quran, diantaranya :
1. Memberikan penjelasan dan perincian terhadap ayat-ayat suci Al-Quran yang masih bersifat umum.
Misalnya ialah ayat suci Al-Quran yang memerintahkan untuk shalat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya itu bersifat garis besar. Tidak dijelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara melaksanakan shalat, tidak merinci batas mulai wajib zakat, serta tidak memaparkan cara-cara melaksanakan haji. Namun semua itu dijelaskan di dalam Hadist Nabi.
Contoh
* Al-Quran surat An-Nisa ayat 77 dan Al-Baqarah ayat 183
“…Dan dirikanlah Shalat dan bayarlah zakat…”. (QS. An-Nisa:77)
“ Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (QS> Al-Baqarah:183)

*Sabda Rasulullah SAW:
“Tanya malaikat Jibril, “Hai Muhammad, terangkan kepadaku tentang Islam”.Muhammad menjawab, “ Islam itu ialah persaksianmu bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu pesuruh Allah, tindakanmu mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan pergi haji ke Baitullah bila kamu mampu melaksanakan perjalanan ke tempat itu”. (HR.Muslim).
(Tim pengajar hukum islam, 2007: 51)
Contoh lain, dalam surat Al-Maidah ayat 3:
“…Diharamkan bagimu bangkai, darah, dan daging babi…”
Dalam ayat tersebut jelaslah bahwa bangkai itu haram dimakan, tetap tidak dikecualikan bangkai mana yang boleh dimakan. Kemudian datanglah hadits menjelaskan bahwa ada bangkai yang boleh dimakan, yakni bangkai ikan dan belalang, Sabda Rasulullah SAW:
الْكَبِدُ وَالطِّحَالِ :الدَّمَانِ اُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَ دَمَانِ, فَامَّا الْمَيْتَتَانِ : الْحُوْتُ وَالْجَرَادُ, وَاَمَّا
( رواه ابن الماجه و الحاكم)
Artinya:Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa…” (HR Ibnu Majjah).





2. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati di dalam Al-Quran.
Misalnya cara mensucikan bejana yang dijilat Anjing, dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
طُهُوْرُ اِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَا وَلِغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ يُغْسِلَ سَبْعَ مَرَّاتٍ اَوْلَهِنَّ بِالتُّرَابِ
(البيهقى رواه مسلم و هحمد و هبو داود و)
Artinya: “Mennyucikan bejanamu yang dijilat anjing adlah dengan cara membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi).
Contoh lain dari Hadist nabi yang tidak menjelaskan isi Al-Quran tetapi berdiri sendiri untuk menjelaskan dan mengatur aspek kehidupan manusia adalah diwajibkannya oleh Nabi Muhammad SAW adanya saksi-saksi dalam suatu pernikahan.
3. Memberi pembatasan bagi ayat-ayat yang mutlak.
Misalnya, ayat mengenai pemotongan tangan bagi pencuri laki-laki dan perempuan. Kemudian Rasulullah memberikan nisab atau minimal pencurian dan syarat-syarat pemotongan, sehingga aturan untuk masalah itu dapat terkontrol dengan baik, tidak sewenang-wenag.
4. Memberikan keterangan atas ayat-ayat suci Al-Quran yang Mujmal atau yang belum terang.
Misalnya:
“Dirikanlah Shalat. Sesungguhnya Shalat itu bagi orang-orang mukmin adalah kewajiban yang sudah ditentukan waktunya” (QS. An-Nisa:103).
Kemudian Rasulullah akan menjelaskan atau menerangkan waktu-waktu shalat, jumlah rakaat, syarat-syarat, dan rukun-rukunnya dengan mempraktekkan shalat, lalu setelah itu beliau berkata:
“ Bersembahyanglah kamu seperti yang kamu lihat bagaimana aku mengerjakan sembahyang (shalat).“ (HR.Bukhari).
Kesemua poin-poin di atas merupakan penjabaran dari peran-peran hadist yang sangat penting sebagai salah satu sumber hukum islam yang terdapat dalam yurisprudensi Islam di samping Al-Quran sebagai kitab suci agama Islam, Ijma’ yang merupakan sumber hukum islam tercipta dengan adanya kesepakatan antara para ulama, dan Qiyas yaitu sumber hukum islam yang merupakan pengkiasan dengan perkara yang telah diketahui hukumnya.
BAB III
PENUTUP


  1. Simpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab pembahasan sebagai jawaban atas permasalahan yang timbul dalam bab pendahuluan makalah ini, maka dapatlah ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut.
1. Hadist merupakan sumber hukum kedua dalam islam, setelah Al-Qur’an, ialah sumber hukum islam yang berupa ucapan, perbuatan Rasulullah, dan ucapan maupun perbuatan para sahabat nabi yang merupakan persetujuan Rasulullah SAW.
2. Hadist sebagai salah satu sumber hukum memiliki peran yang sangat penting dalam pengaturan segala aspek kehidupan manusia. Namun secara garis besar, hadist berperan untuk memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Quran, sehingga keduanya menjadi sumber hukum untuk hal yang sama.


B. Saran

Diperhatikan kesimpulan tersebut di atas serta dengan adanya kesempatan bagi penulis dalam penulisan ini, maka penulis mencoba memberikan saran-saran yang kemungkinan ada gunanya bagi penulis sendiri, maupun para pembaca pada umumnya. Adapun saran-saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut.
1. Hendaklah dilakukan penelaahan lebih dalam lagi terhadap hadis-hadis nabi, tidak hanya dilakukan oleh para ulama atau orang-orang yang ahli di bidang itu saja tapi juga di harapkan kepada masyarakat banyak untuk ikut
andil mempelajari hadist nabi, sehingga nantinya masyarakat tidak mudah diperbodoh begitu saja nantinya pada hal-hal yang berkaitan dengan hadist, apakah suatu hadist itu sahih, hasan, ataupun dho’if.
2. Hendaklah para ulama melakukan klasifikasi yang lebih jelas lagi mana hadist yang bersifat sahih, hasan, ataupun dho’if, karena tidak semua masyarakat bisa membedakan atau memahami lebih jauh tentang hal itu, dan ini adalah upaya agar masyarakat itu sendiri tidak salah pedoman pada hadist yang sebenarnya tidaklah sahih yang belum jelas kebenaran hadist tersebut.
3. Dalam makalah ini penulis baru bisa mengangkat pembahasan yang berkaitan dengan peranan hadist sebagai salah satu dari sumber hukum islam. Maka penulis menyarankan kepada pemakalah berikutnya agar diadakan pengembangan lebih lanjut dari makalah ini dengan penelaahan lebih jauh dan lebih terperinci lagi, mengenai sumber-sumber hukum islam yang lainnya atau melakukan pengembangan lebih lanjut dari makalah ini dengan penelaahan lebih jauh dan lebih terperinci lagi mengenai hadist sebagai sumber hukum islam.

DAFTAR PUSTAKA

Najwan, Johni, dkk. 2007. Buku Bahan Ajar Hukum Islam, Fakultas Hukum Universitas Jambi.

http://id.wikipedia.org/wiki/Sunnah

http://hbis.wordpress.com/2008/12/05/sumber-sumber-hukum-islam/

http://irfanaseegaf.multiply.com/journal/item/3











Jumat, 25 Mei 2012

HUKUM ROKOK DALAM PANDANGAN ISLAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia sumber adalah asal sesuatu. Pada hakekatnya yang dimaksud dengan sumber hukum adalah tempat kita dapat menemukan atau menggali suatu hukum. Hukum Islam memiliki suatu sistem. Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian dan satu sama lainnya berkaitan kebergantungan. Setiap elemen terdiri atas bagian-bagian kecil yang berkaitan tanpa dapat dipisah-pisahkan. Hukum sebagai suatu sistem sampai sekarang dikenal adanya empat sistem hukum yaitu Eropah Kontinental,sistem Hukum Anglo Saxon(Amerika), sistem Hukum Islam dan sistem Hukum Adat. Sumber hukum islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum Islam. Sumber hukum islam disebut juga dengan istilah dalil hukum islam atau pokok hukum islam atau dasar hukum islam.Dilihat dari sumbernya-sumber hukumnya, sumber hukum islam merupakan konsepsi hukum islam yang berorientasi kepada agama dengan dasar doktrin keyakinan dalam membentuk kesadaran hukum manusia untuk melaksanakan syari’at, sumber hukumnya merupakan satu kesatuan yang berasal dari hanya firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Dalam yurisprudensi Islam dikenal empat sumber utama yakni : 1. Al Quran merupakan kitab suci agama Islam 2. Sunnah merupakan sikap, tindakan, ucapan dan cara atau tradisi Nabi Muhammad SAW 3. Ijma merupakan kesepakatan antara para ulama 4. Qiyas merupakan pengkiasan dengan perkara yang telah diketahui hukumnya ( http://id.wikipedia.org/wiki/Ushul_fiqh) Sumber pertama itu dikenal dengan Al-Quran, sedangkan sumber kedua dikenal pula dengan Al-Hadits. Tetapi kita harus betul-betul menyadari bahwa “kebenaran hakiki pada sumber pertama itu” terletak pada segenap teksnya semata, sedangkan pada saat melakukan “translit dan interpretasinya dinyatakan bersifat relatif”. Ini adalah sebuah kenyaaan yang faktual, di mana segenap pakar Al-Quran (Mufassirin) telah menyepakati tentang kemurnian Al-Quran, tetapi setelah tiba pada translitnya, apa lagi pada saat menginterpretasikannya, maka para pakar tersebut senantiasa tidak luput dari situasi kontradiksi pemikiran (Ikhtilaf). Selanjutnya harus pula kita menyadari bahwa “kebenaran hakiki pada sumber kedua” terletak pada kepribadian Rasulullah SAW itu sendiri (fi’ilnya, qaulnya atau taqrirnya), jika ditelaah maka akan dapatlah kita ketemukan keterkaitan yang erat antara hadist nabi dengan yang terkandung di dalam ayat-ayat suci Al-Quran. Dimana hadist akan memperjelas ketentuan atau aturan yang terdapat di dalam Al-Quran. Di samping itu Al-Quran memberikan tugas kepada Rasul untuk memberikan penjelasan isinya dan kepada ahli piker untuk mengerahkan segenap kemampuan nalar mereka memahami isi kandungannya, dengan memperhatikan petunjuk kata-katanya,susunan kalimatnya dan saling hubungan antara setiap petunjuknya. Kesemuanya itu merupakan dalil terhadap ada atau tidak adanya hukum sesuatu peristiwa/masalah. Siapapun tidak dibenarkan membuat hukum fiqh tanpa dalil yang diakui, yaitu Al-Quran atau dalil lain yang ditunjuk oleh Al-Quran. Oleh karena itu setiap orang yang ingin mengetahui atau merumuskan hukum fiqh, mutlak perlu mengetahui ushul fiqh. Bermacam corak dan bentuk ushul fiqh bermunculan dan berkembang ke seluruh negeri islam. Di samping itu ulama-ulama negeri islam pun ikut menyusun ushul fiqh baik dalam bahasa arab ataupun dalam bahasanya sendiri, baik merupakan terjemahan, saduran maupun susunan baru. Di Indonesia sendiri dewasa ini, cukup banyak kitab ushul fiqh yang disusun dalam bahasa Indonesia yang pada umumnya dimulai dengan mengetengahkan pengertian, kegunaan, tujuan, dan pokok bahasan, sebagai pendahuluan. Kemudian pembahasan materi dimulai dari Hukum Islam, dalil-dalilnya, cara beriistidlal dan seterusnya (Abdullah: v-vi). Uraian di atas itu, jikalau kita terapkan kepada pengkajian tentang hukum merokok dalam pandangan Islam, tentu kita akan mencarinya dari dua sumber yang authentik, yakni : Al-Quran dan Al-Hadits. Itu pun harus dalil yang bersifat qath’i bukan dalil yang bersifat zhanni Berdasarkan hal tersebut di atas dan untuk mengkaji lebih dalam Hukum Merokok, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat perihal Hukum Merokok dalam sebuah makalah dengan judul pilihan adalah HUKUM ROKOK DALAM PANDANGAN ISLAM. B. Rumusan Masalah Dilandasi latar belakang masalah tersebut di atas serta agar tidak terjadi kerancuan dalam pembahasan makalah nantinya, maka penulis membatasi permasalahan dengan rumusannya yaitu “Bagaimana sikap Islam terhadap rokok?”. C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah ”Untuk mendeskripsikan sikap islam terhadap rokok”. D. Manfaat Penulisan 1. Ditujukan kepada para ulama atau ahli hadist/fiqh yang menjadi kepercayaan masyarakat dalam hal yang berkaitan dengan penafsiran yang terkandung sumber-sumber hukum islam 2. Secara akademis ditujukan untuk pelajar, mahasiswa, dan pengajar sebagai sumbangan Ilmu Pengetahuan dimana akan menambah wawasan pelajar, mahasiswa, pengajar mengenai hukum merokok,bagaimana pandangan islam pada rokok itu sendiri,sehingga mereka akan memiliki pandangan yang bagus ke depan bagaimana seharusnya menyikapi rokok. Selain itu juga sebagai titik tolak bagi pelajar, mahasiswa, pengajar untuk melakukan penelitian lebih lanjut. 3. Ditujukan kepada masyarakat yaitu dapat menambah wawasan yang lebih luas mengenai pandangan islam mengenai rokok, agar kedepannya masyarakat dapat melakukan kontrol dalam masyarakat lain di lingkungan sekitarnya,terutama memberikan arahan dan mengawasi generasi muda. 4. Khusus ditujukan kepada orang tua, dapat memberikan wawasan yang lebih luas mengenai bagaimana sikap islam terhadap rokok sehingga pengarahan dan pengawasan dapat lebih efektif, karena langsung dapat ditujukan kepada anak-anak mereka. BAB II PEMBAHASAN Sikap Islam Terhadap Rokok Sesungguhnya Allah ta’ala mengutus Nabi Muhammad dengan petunjuk-Nya dan agama yang hak, untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya dan membersihkan serta mensucikan hati mereka dari kotoran kekufuran dan kefasikan dan membebaskan mereka dari belenggu penghambaan kepada selain Allah ta’ala. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam membersihkan manusia dari kesyirikan dan kehinaan kepada selain Allah dan memerintahkannya untuk beribadah hanya kepada Allah semata dengan merendahkan diri dan mencintai-Nya dan meminta serta memohon kepada-Nya dengan penuh harap dan takut. Dia juga mensucikan manusia dari setiap kebusukan maksiat dan perbuatan dosa, maka dia melarang manusia atas setiap perbuatan keji dan buruk yang dapat merusak hati seorang hamba dan mematikan cahayanya dan agar menghiasinya dengan akhlak mulia dan budi perkerti luhur serta pergaulan yang baik untuk membentuk pribadi muslim yang sempurna. Maka dari itu dia menghalalkan setiap sesuatu yang baik dan mengharamkan setiap yang keji,baik makanan, minuman, pakaian, pernikahan dan lainnya.ketentuan hukum rokok itu adalah bersifat khilafiyah. Al-Quran dan Al-Hadist sebagai sumber hukum Islam mengatur segala ketentuan yang berhubungan dengan pengaturan hidup manusia menjalankan kehidupan di dunia ini. Al-Quran sebagai sumber hukum, memiliki keluwesan dan kesuburan dan bahwa ia merupakan kumpulan hukum yang dibentuk di atas azas dan prinsip umum yang membantu pembuat hukum untuk merealisir keadilan dan kemaslahatan sepanjang masa dan tidak bertentangan dengan undang-undang apaun yang mencita-citakan terwujudnya kemaslahatan atau kepentingan manusia (Abdullah: 195). Menurut Luthfi As-Syaukanie di dalam karyanya “Politik, HAM, dan Isu-Isu Teknologi dalam Fikih Kontemporer” tertulis bahwa, ketentuan hukum rokok itu adalah bersifat khilafiyah, yaitu adanya tiga pandangan. Pertama, rokok itu hukumnya haram yang beralasan kepada faktor kesehatan dan kesepakatan ahli medis. Kedua, rokok itu hukumnya makruf karena ditemukan alasan faktor kesehatan dan ditambah dengan faktor social serta ekonomi. Ketiga, rokok itu hukumnya mubah yang beralasan kepada kaidah Ushul Fiqh, yaitu “الأصل في الأشياء إباحة” (segenap sesuatu itu pada mulanya adalah mubah). Oleh Karen rokok itu tidak pernah disebut-sebut secara resmi pada daftar haram dalam Al-Quran dan Al-Hadits,maka merokok itu hukumnya boleh saja. Keputusan hukum rokok menurut ketiga sudut pandang tersebut tidak satupun kalimat yang kita temukan berdalilkan dari Al-Quran dan Al-Hadist. Hal tersebut membuktikan tentang ketiadaan hukum yang Qath’i dalam Al-Quran dan Al-Hadist tentang kedudukan hukum rokok tersebut. Sabda Rasulullah SAW: الجاهلية يأكلون أشياء ويتركون أشياء تقذرا. فبهث اللـه تعالى نبيه وأنزل كتابه وأحلّ حلاله وحرم حرامه. فماأحل فهو حلال وماحرم فهو حرام. وماسكت عنه فهو عفو وتلا “Masyarakat jahiliyah memakan segenap sesuatu, lalu menafikan pula segenap sesuatu karena menganggap kotor. Lalu Allah mengutus nabi-Nya serta memberikan ketetapan penting, di mana Allah sudah menghalalkan sesuatu, dan sudah pula mengharamkan sesuatu. Yang halal itulah halal, dan yang haram itu pula yang haram. Sedangkan sesuatu yang tidak disebutkan merupakan kebolehan” (https://alqursif.wordpress.com/2010/07/13/hukum-rokok-dalam-syariat-islam/). Dalam pendapat lain mengatakan bahwa merokok adalah haram, karena dapat menghilangkan kesucian yang dapat berbahaya bagi fisik dan mendatangkan bau yang tidak sedap sedangkan Islam adalah agama yang baik, tidak memerintahkan kecuali yang baik. Seyogyanya bagi seorang muslim untuk menjadi orang yang baik, karena sesuatu yang baik hanya layak untuk orang yang baik, dan Allah ta’ala adalah Maha Baik tidak menerima kecuali yang baik.Telah diriwayatkan dalam sebuah hadist : لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ أخرجه الإمام أحمد في المسند ومالك في الموطأ وابن ماجة “Tidak boleh melakukan/menggunakan sesuatu yang berbahaya atau membahayakan” (Riwayat Ahmad dalam Musnadnya, Malik dan Atturmuzi). Di dalam Al-Quran di tegaskan dalam surat Al-A’raf ayat 157 bahwa “…Dia menghalalkan bagi mereka yang baik dan mengharamkan yang buruk”. Di dalam dunia kedokteran pun telah membuktikan bahwa mengkonsumsi barang ini dapat membahayakan, jika membahayakan maka hukumnya haram. Dalilnya lainnya adalah firman Allah SWT ( النساء : 5 ) وَلاَ تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمْ الَّتِى جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا “ Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan”(An Nisa:5). Kita dilarang menyerahkan harta kita kepada mereka yang tidak sempurna akalnya karena pemborosan yang mereka lakukan. Tidak diragukan lagi bahwa mengeluarkan harta untuk membeli rokok merupakan pemborosan dan merusak bagi dirinya, maka berdasarkan ayat ini hal tersebut dilarang. Sunnah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam juga menunjukkan pelarangan terhadap pengeluaran harta yang sia-sia, dan mengeluarkan harta untuk hal ini rokok termasuk menyia-nyiakan harta. Di Indonesia sekarang ini dapat kita lihat, beberapa waktu lalu Majelis Ulama Indonesia menetapkan bahwasanya merokok itu adalah haram dan pernyataan ini menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia dengan berbagai alasan untuk mematahkan fatwa MUI tersebut. BAB III PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan uraian-uraian pada bab pembahasan sebagai jawaban atas permasalahan yang timbul dalam bab pendahuluan makalah ini, maka dapatlah ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut. 1. Ada tiga sudut pandang mengenai hukum rokok dengan berbagai faktor alasan, yaitu rokok hukumnya haram, makruh, dan mubah. 2. Di Indonesia Majelis Ulama Indonesia mengharamkan rokok/merokok, bahwa merokok adalah sesuatu yang dapat merugikan penggunanya terutama dalam hal kesehatan.Para ulama mengeluarkan fatwa ini berlandaskan pada dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Quran dan Al-Hadist. B. Saran Diperhatikan kesimpulan tersebut di atas serta dengan adanya kesempatan bagi penulis dalam penulisan ini, maka penulis mencoba memberikan saran-saran yang kemungkinan ada gunanya bagi penulis sendiri, maupun para pembaca pada umumnya. Adapun saran-saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut. 1. Hendaklah dilakukan penelaahan lebih dalam lagi mengenai hukum yang tepat mengenai merokok yang sesuai/berlandaskan pada sumber-sumber hukum islam, tidak hanya dilakukan oleh para ulama atau orang-orang yang ahli di bidang itu saja tapi juga di harapkan kepada masyarakat untuk mencermati segala hal yang ada hubungannya dengan rokok, bagaimana kandungannya?, apakah ada manfaatnya bagi kesehatan?apakah ada mudharatnya? Dan sebagainya, sehingga dari penelaahan tersebut masyarakat juga dapat memberikan penilaian. 2. Hendaklah para ulama melakukan klasifikasi yang lebih jelas lagi mana hadist yang bersifat sahih, hasan, ataupun dho’if, karena tidak semua masyarakat bisa membedakan atau memahami lebih jauh tentang hal itu, dan ini adalah upaya agar masyarakat itu sendiri tidak salah pedoman pada hadist yang sebenarnya tidaklah sahih yang belum jelas kebenaran hadist tersebut. Sehingga dalam menentukan bagaimana hukum rokok itupun nantinya akan lebih jelas ketentuannya. 3. Dalam makalah ini penulis baru bisa mengangkat pembahasan yang berkaitan dengan hukum rokok dalam pandangan Islam. Maka penulis menyarankan kepada pemakalah berikutnya agar diadakan pengembangan lebih lanjut dari makalah ini dengan penelaahan lebih jauh dan lebih terperinci lagi, mengenai sumber-sumber hukum islam yang lainnya atau melakukan pengembangan lebih lanjut dari makalah ini dengan penelaahan lebih jauh dan lebih terperinci lagi mengenai berbagai hal-hal dalam kehidupan ini sesuai dengan pandangan Islam. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Sulaiman. 2004. Sumber Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika. https://alqursif.wordpress.com/2010/07/13/hukum-rokok-dalam-syariat-islam/ http://data.tp.ac.id/dokumen/+hukum+merokok