Jumat, 08 Maret 2013

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI



ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 57/PUU-X/2012 TENTANG  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
BY : ANNEKA SALDIAN MARDHIAH

NB: Dierbolehkan CoPas Untuk keperluan Pendidikan..
        Biasakanlah Minta izin kepada Penulis terlebih dahulu..
        Tapi hanya dapat sebagai Landasan/Referensi sebuah Penulisan (tugas, makalah,dll)  
        BUKAN untuk DITIRU secara keseluruhan
        Hargai lah hasil karya orang lain >> STOP PLAGIAT!!
@hak cipta


A.    
OBJEK DAN SUBJEK PERKARA
1.      Objek Perkara
Objek perkara yang dimaksud di sini adalah terkait perkara apa yang  dimohonkan oleh pihak Pemohon ke Mahkamah Konstitusi. Objek perkara konstitusi yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi  sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 juncto Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU Mahkamah Konstitusi, diantaranya adalah:
a.       Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.      Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c.       Memutus pembubaran partai politik;dan
d.      Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Pada contoh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 57/PUU-X/2012 tersebut terlihat jelas bahwasanya objek dari perkara yang dimohonkan ke Mahkamah Konstitusi tersebut adalah terkait pengujian Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya rumusan Pasal 310 undang-undang tersebut, yaitu berbunyi:
(1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000,00- (Satu Juta Rupiah)
(2) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor  yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,00- (Dua Juta Rupiah)
(3) Setiap orang yang mengendarai kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,00- (Sepuluh Juta Rupiah)
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda Rp. 12.000.000,00- (Dua Belas Juta Rupiah)

2.      Subjek Hukum ( Para Pihak )
Pengajuan perkara ke Mahkamah Konstitusi tentu ada para pihak atau subjek hukum yang mengajukan permohonan perkara tersebut. Para pihak dalam perkara di Mahkamah Konstitusi tersebut tidak mengenal yang namanya Penggugat dan Tergugat, akan tetapi memakai istilah pihak Pemohon sebagai pihak yang mutlak harus ada dan jelas tercantumkan di dalam suatu surat permohonan, kemudian adanya pihak Termohon atau Pihak Terkait.
Syarat-syarat dari para pihak yang dapat dikatakan sebagai Pemohon dalam pengajuan perkara ke Mahkamah Konstitusi adalah tergantung pada 4 (empat) bentuk permohonan perkara (objek perkara) yang dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi itu sendiri, dimana masing-masing tersebut telah diatur di dalam Undang-undang Mahkamah Konstitusi, diantaranya :