Pelayanan Terhadap Korban Kejahatan
Oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban
By : Anneka Saldian Mardhiah
NB: Dierbolehkan CoPas Untuk keperluan Pendidikan..
Biasakanlah Minta izin kepada Penulis terlebih dahulu..
Tapi
hanya dapat sebagai Landasan/Referensi sebuah Penulisan (tugas, makalah,dll)
BUKAN untuk DITIRU secara keseluruhan
Hargai lah hasil karya orang lain >> STOP
PLAGIAT!!
@hak cipta
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi
berbagai bentuk kejahatanpun semakin meningkat terjadi di lingkungan
masyarakat. Korban dari kejahatan itu sendiri selain selain orang dewasa tidak
jarang anak kecilpun ikut menjadi korban kejahatan.
Korban kejahatan adalah mereka atau seseorang yang
mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan
oleh suatu tindak pidana/kejahatan. Namun, yang sering menjadi permasalahannya
adalah bahwa dimana masih banyak kasus kejahatan yang mungkin tidak pernah tersentuh
proses hukum untuk diproses di persidangan, salah satu faktornya adalah tidak
adanya satupun saksi, korban dan/atau pelapor yang berani mengungkapkan
kesaksiannya, sementara alat bukti yang didapat oleh penyidik sangat kurang
memadai, sehingga penyidikpun tidak bisa
memproses lebih lanjut suatu perkara pidana.
Berbagai bentuk kekerasan, ancaman kekerasan atau
intimidasi yang diterima korban menjadi alasan utama yang membuat nyali korban
maupun saksi kejahatan menciut untuk terlibat dan memberikan kesaksiannya atas
suatu tindak pidana, bahkan tidak jarang orang yang melaporkan suatu tindak
pidana justru dilaporkan kembali telah melakukan pencemaran nama baik orang
yang dilaporkan melakukan kejahatan.
Indonesia sebagai Negara hukum yang wajib berdasarkan
Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 wajib menjunjung tinggi
hak asasi manusia dan menjamin hak hak warga Negara dalam kesamaan kedudukan di
dalam hukum dan pemerintahan. Begitu juga dengan seseorang yang sedang berperan
menjadi saksi dan/atau korban sangat perlu mendapatkan perlindungan.
Pada perkembangannya setelah disahkannya Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada tanggal 11
Agustus 2006 perlindungan terhadap korban dan saksipun sudah mulai mendapatkan
perhatian khusus, salah satu upaya yang dilakukan berdasarkan ketentuan dalam
Undang-undang tersebut adalah dengan dibentuknya sebuah lembaga mandiri yang
bernama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang nantinya akan
memberikan perlindungan bagi saksi dan korban selama proses peradilan
berlangsung dengan bentuk-bentuk perlindungan sebagaimana yang diatur di dalam
undang-undang tersebut.
Namun dalam kenyataannya Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban masih belum bisa efektif dalam menjalankan tugasnya, yaitu terkendala
masih minimnya pemahaman masyarakat mengenai hak-hak saksi dan korban karena
disebabkan oleh masih kurangnya akses informasi yang bisa didapatkan oleh
masyarakat mengenai tugas atau fungsi dari pada LPSK dalam memberikan
perlindungan, yang sangat merasakan hal tersebut adalah mayoritas masyarakat yang
berada di daerah-daerah di luar ibukota Jakarta atau pulau Jawa yang belum
terjangkau oleh LPSK. Selain itu juga dipengaruhi oleh masih minimnya
sosialisasi terkait keberadaan LPSK itu sendiri.
Berdasarkan
hal tersebut di atas dan untuk mengkaji lebih dalam mengenai peran penting
keberadaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam memberikan pelayanan
perlindungan khususnya terhadap korban kejahatan, maka Penulis merasa tertarik
untuk mengangakat perihal pembahasan dalam disiplin ilmu viktimologi dalam
sebuah makalah dengan judul “PELAYANAN
TERHADAP KORBAN KEJAHATAN OLEH LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK)
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN
KORBAN ”
B. Rumusan Masalah
Dilandasi latar belakang masalah tersebut di atas
serta agar tidak terjadi kerancuan dalam pembahasan makalah nantinya, maka
penulis membatasi permasalahan dengan rumusannya yaitu:
1.
Bagaimanakah Peranan Penting dan Tugas Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Dalam Pelayanannya Terhadap Korban
Kejahatan ?
2.
Apakah Kendala-Kendala Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK) Dalam Menjalankan Tugas Pelayanan Terhadap Korban Kejahatan ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mendeskripsikan peranan penting dan tugas Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam pelayanannya terhadap korban kejahatan.
2.
Untuk mengetahui kendala-kendala Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban (LPSK) dalam menjalankan tugas pelayanan terhadap korban kejahatan.
D. Manfaat Penulisan
1.
Secara teoritis berguna untuk menambah wawasan mengenai
sejauh mana peranan penting dan tugas dari Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK) serta kendala-kendala yang dialami dalam memberikan pelayanan
terhadap korban kejahatan.
2.
Secara praktis penulisan ini diharapkan akan dapat
bermanfaat bagi para Pelajar, Mahasiswa, Pengajar, Pemerintah pada khususnya
serta bagi masyarakat pada umumnya untuk mengetahui peran dan tugas serta
kendala-kendala yang dialami Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam
eksistensinya memberikan pelayanan terhadap korban kejahatan, sehingga dengan
pemahaman yang baik dari masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan semaksimal
mungkin keberadaan dari LPSK itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peranan Penting dan Tugas Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Dalam Pelayanannya Terhadap Korban
Kejahatan
1. Peranan Penting Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban (LPSK)
Korban kejahatan merupakan orang yang mengalami
berbagai bentuk penderitaan dan kerugian akibat dari kejahatan yang dilakukan
oleh Pelaku kejahatan itu sendiri.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merupakan
lembaga mandiri yaitu lembaga yang independent tanpa adanya campur tangan dari
pihak manapun, lembaga yang berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia
yang mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan keperluan. LPSK sendiri
bertugas dan berwenang memberikan perlindungan hak-hak lain kepada saksi
dan/atau korban sebagaiamana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan
Korban, dimana LPSK ditujukan untuk memperjuangkan diakomodasinya hak-hak saksi
dan korban dalam proses peradilan pidana.
Pasal 1 angka 6 Undang-undang No 13 Tahun 2006
menyebutkan
bahwa “Perlindungan adalah
segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman
kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga
lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini” .
Perlindungan
yang diberikan oleh Negara terhadap korban kejahatan dalam konteks ini adalah
merupakan suatu bentuk pelayanan dalam memberikan rasa aman kepada setipa warga
masyarakat dalam semua tahap proses peradilan pidana yang dalam hal ini salah
satunya diselenggarakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sebagaiamana
yang telah diamanatkan dalam Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Perlindungan,
pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab
Negara, terutama Pemerintah”. Menurut Arief Gosita, pelayanan terhadap
korban kejahatan adalah :
“suatu usaha pelayanan mental, fisik,
sosial terhadap mereka yang telah menjadi korban dan mengalami penderitaan,
akibat tindakan seseorang yang dianggap sebagai suatu kejahatan. Pelayanan
terhadap korban kejahatan ini merupakan suatu usaha memperjuangkan pelaksanaan
kepentingan (hak dan kewajiban) para korban kejahatan oleh para korban
kejahatan (menurut kemampuan), keluarga pihak korban kejahatan, masyarakat dan
pemerintah serta pihak-pihak lain”.[1]
Berdasarkan amanat UUD 1945 di atas, Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengambil peranan penting dalam memberikan
perlindungan sepenuhnya kepada korban kejahatan beserta keluarganya.
Perlindungan tersebut diberikan karena berasaskan pada penghargaan atas harkat
dan martabat manusia, rasa aman, keadilan, tidak diskriminatif dan asas
kepastian hukum.
Eksistensi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang
berperan dalam memberikan pelayanan terhadap saksi dan/atau korban kejahatan
pada khususnya, menurut Wenny Almoravid Dunga sangat dipengaruhi oleh beberapa
hal diantaranya :
a.
Peraturan Perundang-undangan
b.
Sikap mental saksi dan korban
c.
Profesionalitas penegak hukum
d.
Kontrol masyarakat
e.
Media elektronik dan pers
Oleh karena itu sangat diperlukannya pengakuan atas
keberadaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu sendiri didalam
masyarakat untuk menyokong eksistensi LPSK itu sendiri dalam memberikan
pelayanan yang baik khususnya terhadap korban kejahatana dan masyarakat pada
umumnya. Sehingga korban atau masyarakat dapat merasakan sepenuhnya pengayoman
saat berada dalam suatu proses peradilan.
2. Tugas Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK)
Secara umum berdasarkan Pasal 12 UU No 13 Tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban merumuskan bahwa “LPSK bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan
bantuan pada saksi dan/atau korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini”. Hal tersebut adalah sebagai bentuk
penegakan dari pada asas-asas yang melandasi perlindungan bagi korban kejahatan
itu sendiri.
Secara
garis besar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban memiliki tugas-tugas yang
harus dilaksanakan dalam pelayanannya terhadap korban kejahatan sebagaiaman
yang telah diamanatkan dalam UU No 13 Tahun 2006, diantaranya adalah :
a.
Memberikan Perlindungan Terhadap Korban Kejahatan
Tugas perlindungan yang harus diberikan LPSK terhadap
korban kejahatan ini adalah didasarkan pada ketentuan Pasal 12 UU No 13 Tahun
2006. Perlindungan terhadap korban kejahatan sangat erat kaitannya dengan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Sehingga dalam hal ini LPSK
menjaga agar hak-hak dari korban tidak dilanggar selama proses peradilan pidana
berlangsung. Hal ini menunjukkan adanya penghargaan atas harkat dan martabat
manusia itu sendiri.
Bentuk perlindungan yang paling utama diperlukan oleh
korban kejahatan dan yang harus diberikan oleh LPSK sebagai bentuk pelayanan
terhadap korban adalah sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf
a, yaitu perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya serta
bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan,sedang,atau telah
diberikan oleh korban. Bahkan dalam Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban
untuk menindaklanjuti perlindungan atas salah satu hak korban di atas
memerintahkan untuk memberi jaminan , dimana korban harus ditempatkan dalam
suatu lokasi yang dirahasiakan dari siapapun untuk menjamin keamanan korban.
Bentuk
perlindungan di atas juga merupakan suatu bentuk nyata dari pelaksanaan asas
rasa aman dan asas keadilan yang menjadi landasan dalam pemberian perlindungan
terhadap korban, karena dengan diberikannya perlindungan yang maksimal maka hal
tersebut menunjukkan adanya keadilan, yaitu tidak hanya menjangkau pelaku akan
tetapi juga pada korban kejahatan.
b.
Menerima Permohonan dan Melakukan Pemeriksaan
terhadap Permohonan Korban Untuk Perlindungan
Untuk menindaklanjuti tugas dari LPSK sebagai lembaga
yang memberikan pelayanan perlindungan kepada korban dalam semua tahap proses peradilan
pidana dalam lingkungan peradilan,
selanjutnya LPSK berkewajiban untuk menerima setiap permohonan tertulis yang
diajukan oleh korban, baik itu permohonan atas inisiatif langsung dari korban
maupun atas permintaan pejabat yang berwenang sebagaimana yang telah diatur
dalam Pasal 29 UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Hal di atas menunjukkan bahwa LPSK tidak boleh hanya
menerima permohonan perlindungan dari orang-orang tertentu saja, akan tetapi
sebaliknya LPSK harus menerima setiap permohonan tertulis yang masuk/diajukan.
Hal tersebut merupakan bentuk penerapan dari pada asas tidak diskriminatif,
yaitu tidak adanya perbedaan perlakuan dalam hal setiap orang yang ingin
mendapatkan pelayanan perlindungan kepada LPSK. Selain itu asas tidak
diskriminatif ini merupakan tindak lanjut dari pada penegakan asas equality before the law ialah kesamaan
kedudukan dimata hukum.
Selain
menerima permohonan tertulis dari korban, sebagai tindak lanjutnya LPSK
bertugas untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan-permohanan yang
telah diajukan sebagaiamana yang diperintahkan dalam Pasal 29 huruf b UU
Perlindungan Saksi dan Korban “LPSK
segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaiamana dimaksud pada
huruf a” . Kata “segera” dalam pasal tersebut jelaslah bermakna bahwa LPSK
harus secepat mungkin melakukan pemeriksaan terhadap permohonan perlindungan
yang diajukan oleh korban kejahatan, tujuannya adalah agar berkas permohonan
tersebut tidak terbengkalai begitu saja, dan sebagai bentuk penunjukkan kualitas
kinerja LPSK itu sendiri dalam menjalankan tugasnya, serta yang tidak kalah
pentingnya adalah agar korban dengan secepatnya dapat mengetahui apakah
permohonannya diterima atau tidak. Jika permohonannya diterima maka si
korbanpun dengan segera akan mendapatkan perlindungan hukum di bawah naungan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Sehingga hal tersebut menunjukkan adanya
suatu kepastian hukum yang jelas bagi korban dalam upayanya mendapatkan
pelayanan dari LPSK, yaitu sebagai bentuk penjelmaan dari pada asas kepastian
hukum.
c.
Memberikan keputusan Pemberian Perlindungan Korban
Kejahatan
Dalam pasal yang sama (Pasal 29) dalam UU Perlindungan
Saksi dan Korban mengatur bahwa keputusan LPSK terkait permohonan yang telah
diajukan korban harus diberikan secara tertulis paling lambat 7 hari sejak
permohonan perlindungan diajukan.
Dalam hal ini ada 2 kemungkinan keputusan LPSK atas
dasar hasil pemeriksaan dari permohonan korban yaitu diterima atau tidak.
Keputusan tersebut adalah ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan
kelayakan dari pada apakah korban tersebut memenuhi syarat-syarat sebagaimana
dirumuskan dalam Pasal 28 UU No 13 Tahun 2006, ialah :
“Perjanjian
perlindungan LPSK terhadap saksi dan/atau korban tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) diberikan dengan mempertimbangkan syarat
sebagai berikut :
a.
Sifat pentingnya keterangan saksi dan/atau korban.
b.
Tingkat ancaman yang membahayakan saksi dan/atau korban.
c.
Hasil analisis tim medis / psikologi terhadap saksi
dan/atau korban.
d. Rekam
jejak kejahatan yang pernah dilakukan oleh saksi dan/atau korban.”
d.
Mengajukan ke Pengadilan Berupa Hak Kompensasi dan
Restitusi
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai
lembaga yang bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan
bantuan pada korban bertugas sebagai perantara untuk mengajukan hak atas
kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan hak atas
restitusi ke pengadilan sebagaimana yang diinginkan oleh korban kejahatan.
Terkait salah satu dari tugas LPSK ini diatur dalam Pasal 7 UU Perlindungan
Saksi dan Korban.
Restitusi
adalah pemberian ganti kerugian oleh pelaku sebagai bentuk
pertanggungjawabannya atas apa yang telah dilakukannya terhadap korban.
Sedangkan yang dimaksud dengan hak atas kompensasi adalah hak atas pemberian
ganti kerugian oleh pihak pemerintah karena pihak pelaku tidak mampu memberikan
restitusi. Pemberian ganti kerugian oleh pemerintah ini bukan karena pemerintah
bersalah akan tetapi adalah untuk pengembangan kebenaran, keadilan dan
kesejahteraan rakyat.
e.
Menghentikan Program Perlindungan Korban Kejahatan
Pemberian perlindungan sebagai bentuk pelayanan
terhadap korban kejahatan dari LPSK tidaklah serta merta begitu saja dapat
berlaku selama-lamanya, akan tetapi hanya sampai pada waktu atau keadaan
tertentu saja.
Pasal 32 ayat (1) UU Perlindungan Saksi dan Korban
menyebutkan bahwa perlindungan atas keamanan saksi dan/atau korban hanya dapat
dihentikan berdasarkan alasan :
a.
Saksi dan/atau korban meminta agar perlindungan
terhadapnya dihentikan dalam hal permohonan diajukan atas inisiatif sendiri
b.
Atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal
permintaan perlindungan terhadap saksi dan/atau korban berdasarkan atas
permintaan pejabat yang bersangkutan
c.
Saksi dan/atau korban melanggar ketentuan sebagaimana
tertulis dalam perjanjian
d. LPSK
berpendapat bahwa saksi dan/atau korban tidak lagi memerlukan perlindungan
berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan.
B. Kendala-Kendala Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban (LPSK) Dalam Menjalankan Tugas Pelayanan Terhadap Korban Kejahatan
Dari
beberapa tugas yang diemban oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sebagai
lembaga yang mandiri dan bertanggung jawab dalam memberikan perlindungan dan
bantuan sebagai bentuk pelayanan korban kejahatan masih terdapat kendala-kendala
yang dialami oleh LPSK agar pemberian perlindungan tersebut dapat berlangsung
dengan mulus dan baik, diantara kendala-kendala tersebut adalah seperti :
1.
LPSK mengalami kesulitan dalam mendapatkan kesediaan
dari korban kejahatan/saksi korban untuk masuk kedalam program perlindungan
yang disediakan oleh LPSK, karena terkendala dalam ketersediaan dari korban itu
sendiri untuk memenuhi syarat-syarat standar yang telah ditetapkan dalam UU
Perlindungan Saksi dan Korban.
2.
Terkendala karena kurangnya ketersediaan anggaran atau
dana perlindungan korban yang tersedia dan sumber daya manusia yang ada di LPSK
itu sendiri, sehingga mempengaruhi profesionalitas LPSK dalam menjalankan
tugasnya sebagai suatu lembaga yang dapat dikatakan masih baru terbentuk.
3.
Masalah kelembagaan
LPSK mengalami kendala
dalam penempatan cabang/perwakilan LPSK itu sendiri di di luar ibukota Negara Indonesia
walaupun undang-undang sudah memberikan
keleluasaan bagi LPSK untuk membentuk perwakilannya di daerah lainnya jika hal
tersebut sesuai dengan kebutuhan dari LPSK, yaitu masih minimnya keberadaan
cabang dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban di daerah-daerah wilayah
Negara Indonesia .
4.
Kendala yang terdapat dalam Koordinasi antar lembaga
Negara.
Pasal 36 ayat (1) UU Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan bahwa “Dalam melaksanakan pemberian perlindungan
dan bantuan, LPSK dapat bekerja lama dengan instansi terkait yang berwenang”, namun
pada kenyataannya yang terjadi adalah dimana LPSK masih menemukan kesulitan
dalam melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait yang dapat
mendukung kinerja daripada LPSK.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada bab pembahasan sebagai
jawaban atas permasalahan yang timbul dalam bab pendahuluan makalah ini, maka
dapatlah ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut.
1.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memiliki
peranan yang sangat penting dalam memberikan perlindungan sepenuhnya kepada
korban kejahatan beserta keluarganya selama proses peradilan berlangsung
sebagai suatu bentuk pelayanan yang diberikan kepada korban kejahatan.
Kemudian yang menjadi tugas daripada LPSK dalam memberikan pelayanan
terhadap korban kejahatan diantaranya adalah :
a.
Memberikan Perlindungan Terhadap Korban Kejahatan
b.
Menerima Permohonan dan Melakukan Pemeriksaan terhadap
Permohonan Korban Untuk Perlindungan
c.
Memberikan keputusan Pemberian Perlindungan Korban
Kejahatan
d.
Mengajukan ke Pengadilan Berupa Hak Kompensasi dan
Restitusi
e.
Menghentikan Program Perlindungan Korban Kejahatan
2.
Beberapa kendala yang dialami oleh Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban (LPSK) dalam menjalankan tugas pelayanan perlindungan terhadap
korban kejahatan, diantaranya adalah :
a.
Kesulitan dalam mendapatkan kesediaan dari korban
kejahatan untuk masuk kedalam program perlindungan yang disediakan oleh LPSK
b.
Kurangnya ketersediaan anggaran atau dana dalam upaya
pelayanan perlindungan terhadap korban kejahatan dan sumber daya manusia
c.
Kendala dalam penempatan cabang/perwakilan LPSK itu
sendiri di di luar ibukota Negara Indonesia
d.
Kendala yang terdapat dalam Koordinasi antar lembaga
Negara.
B. Saran
Memperhatikan kesimpulan tersebut di atas serta dengan
adanya kesempatan bagi penulis dalam penulisan ini, maka penulis mencoba
memberikan saran-saran yang kemungkinan ada gunanya bagi penulis sendiri, para
pembaca umumnya, maupun Instansi Pemerintah terkait pada khususnya. Adapun
saran-saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut.
1.
Pemerintah Negara Indonesia diharapkan dapat memberikan
perhatian yang lebih lagi terhadap pentingnya keberadaan Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban (LPSK), yaitu dengan memberikan dukungan moril maupun materil
sepenuhnya agar tujuan dibentuknya LPSK itu sendiri dapat terwujud sebagaimana
mestinya, sehingga manfaat dari LPSK dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat
Indonesia secara menyeluruh atau merata.
2.
Menyarankan agar pembentuk undang-undang agar lebih
memperhatikan tujuan pelayanan perlindungan yang diberikan oleh LPSK, yaitu
jangan hanya sebatas tertuju kepada korban maupun saksi saja, akan tetapi juga
harus memberikan perhatian perlindungan untuk “Pelapor”
3.
Dalam hal kendala-kendala yang dialami oleh LPSK dalam
menjalankan tugasnya, terutama terkait ketersediaan dana/anggaran, maka
disarankan agar pemerintah memberikan anggaran yang lebih untuk LPSK dalam
memberikan perlindungan terhadap korban
kejahatan secara maksimal. Selain itu peran dari koordinasi antara Presiden
dengan LPSK harus lebih diintensifkan
sebagai bentuk upaya pengawasan terhadap pelaksanaan tugas LPSK sebagaimana
mestinya.
Izin copy ya untuk referensi dan perbandingan aja, makasih banyak
BalasHapusIzin copas sedikt ya untuk referensi saja :) terimakasih
BalasHapusSiiip.. :)
HapusIzin dijadiin referensi ya mbak
BalasHapus