Selasa, 30 Juli 2013

"PENTINGNYA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) DI NEGARA Ber - Bhinneka Tunggal Ika INI "



Pelayanan Terhadap Korban Kejahatan Oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban
By : Anneka Saldian Mardhiah



NB: Dierbolehkan CoPas Untuk keperluan Pendidikan..
        Biasakanlah Minta izin kepada Penulis terlebih dahulu..
        Tapi hanya dapat sebagai Landasan/Referensi sebuah Penulisan (tugas, makalah,dll)  
        BUKAN untuk DITIRU secara keseluruhan
        Hargai lah hasil karya orang lain >> STOP PLAGIAT!!
@hak cipta


BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi berbagai bentuk kejahatanpun semakin meningkat terjadi di lingkungan masyarakat. Korban dari kejahatan itu sendiri selain selain orang dewasa tidak jarang anak kecilpun ikut menjadi korban kejahatan.
Korban kejahatan adalah mereka atau seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana/kejahatan. Namun, yang sering menjadi permasalahannya adalah bahwa dimana masih banyak kasus kejahatan yang mungkin tidak pernah tersentuh proses hukum untuk diproses di persidangan, salah satu faktornya adalah tidak adanya satupun saksi, korban dan/atau pelapor yang berani mengungkapkan kesaksiannya, sementara alat bukti yang didapat oleh penyidik sangat kurang memadai, sehingga penyidikpun tidak bisa  memproses lebih lanjut suatu perkara pidana.
Berbagai bentuk kekerasan, ancaman kekerasan atau intimidasi yang diterima korban menjadi alasan utama yang membuat nyali korban maupun saksi kejahatan menciut untuk terlibat dan memberikan kesaksiannya atas suatu tindak pidana, bahkan tidak jarang orang yang melaporkan suatu tindak pidana justru dilaporkan kembali telah melakukan pencemaran nama baik orang yang dilaporkan melakukan kejahatan.
Indonesia sebagai Negara hukum yang wajib berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 wajib menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin hak hak warga Negara dalam kesamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan. Begitu juga dengan seseorang yang sedang berperan menjadi saksi dan/atau korban sangat perlu mendapatkan perlindungan.
Pada perkembangannya setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada tanggal 11 Agustus 2006 perlindungan terhadap korban dan saksipun sudah mulai mendapatkan perhatian khusus, salah satu upaya yang dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang tersebut adalah dengan dibentuknya sebuah lembaga mandiri yang bernama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang nantinya akan memberikan perlindungan bagi saksi dan korban selama proses peradilan berlangsung dengan bentuk-bentuk perlindungan sebagaimana yang diatur di dalam undang-undang tersebut.
Namun dalam kenyataannya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban masih belum bisa efektif dalam menjalankan tugasnya, yaitu terkendala masih minimnya pemahaman masyarakat mengenai hak-hak saksi dan korban karena disebabkan oleh masih kurangnya akses informasi yang bisa didapatkan oleh masyarakat mengenai tugas atau fungsi dari pada LPSK dalam memberikan perlindungan, yang sangat merasakan hal tersebut adalah mayoritas masyarakat yang berada di daerah-daerah di luar ibukota Jakarta atau pulau Jawa yang belum terjangkau oleh LPSK. Selain itu juga dipengaruhi oleh masih minimnya sosialisasi terkait keberadaan LPSK itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut di atas dan untuk mengkaji lebih dalam mengenai peran penting keberadaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam memberikan pelayanan perlindungan khususnya terhadap korban kejahatan, maka Penulis merasa tertarik untuk mengangakat perihal pembahasan dalam disiplin ilmu viktimologi dalam sebuah makalah dengan judul “PELAYANAN TERHADAP KORBAN KEJAHATAN OLEH LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ”


B.     Rumusan Masalah
Dilandasi latar belakang masalah tersebut di atas serta agar tidak terjadi kerancuan dalam pembahasan makalah nantinya, maka penulis membatasi permasalahan dengan rumusannya yaitu:
1.      Bagaimanakah Peranan Penting dan Tugas Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Dalam Pelayanannya Terhadap Korban Kejahatan ?
2.      Apakah Kendala-Kendala Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Dalam Menjalankan Tugas Pelayanan Terhadap Korban Kejahatan ?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mendeskripsikan peranan penting dan tugas Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam pelayanannya terhadap korban kejahatan.
2.      Untuk mengetahui kendala-kendala Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam menjalankan tugas pelayanan terhadap korban kejahatan.
D.    Manfaat Penulisan
1.      Secara teoritis berguna untuk menambah wawasan mengenai sejauh mana peranan penting dan tugas dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta kendala-kendala yang dialami dalam memberikan pelayanan terhadap korban kejahatan.
2.      Secara praktis penulisan ini diharapkan akan dapat bermanfaat bagi para Pelajar, Mahasiswa, Pengajar, Pemerintah pada khususnya serta bagi masyarakat pada umumnya untuk mengetahui peran dan tugas serta kendala-kendala yang dialami Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam eksistensinya memberikan pelayanan terhadap korban kejahatan, sehingga dengan pemahaman yang baik dari masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan semaksimal mungkin keberadaan dari LPSK itu sendiri.

 

BAB II
PEMBAHASAN


A.     Peranan Penting dan Tugas Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Dalam Pelayanannya Terhadap Korban Kejahatan
1.      Peranan Penting Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
Korban kejahatan merupakan orang yang mengalami berbagai bentuk penderitaan dan kerugian akibat dari kejahatan yang dilakukan oleh Pelaku kejahatan itu sendiri.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merupakan lembaga mandiri yaitu lembaga yang independent tanpa adanya campur tangan dari pihak manapun, lembaga yang berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia yang mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan keperluan. LPSK sendiri bertugas dan berwenang memberikan perlindungan hak-hak lain kepada saksi dan/atau korban sebagaiamana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, dimana LPSK ditujukan untuk memperjuangkan diakomodasinya hak-hak saksi dan korban dalam proses peradilan pidana.
Pasal 1 angka 6 Undang-undang No 13 Tahun 2006 menyebutkan
bahwa “Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini” .
Perlindungan yang diberikan oleh Negara terhadap korban kejahatan dalam konteks ini adalah merupakan suatu bentuk pelayanan dalam memberikan rasa aman kepada setipa warga masyarakat dalam semua tahap proses peradilan pidana yang dalam hal ini salah satunya diselenggarakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sebagaiamana yang telah diamanatkan dalam Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara, terutama Pemerintah”. Menurut Arief Gosita, pelayanan terhadap korban kejahatan adalah :
“suatu usaha pelayanan mental, fisik, sosial terhadap mereka yang telah menjadi korban dan mengalami penderitaan, akibat tindakan seseorang yang dianggap sebagai suatu kejahatan. Pelayanan terhadap korban kejahatan ini merupakan suatu usaha memperjuangkan pelaksanaan kepentingan (hak dan kewajiban) para korban kejahatan oleh para korban kejahatan (menurut kemampuan), keluarga pihak korban kejahatan, masyarakat dan pemerintah serta pihak-pihak lain”.[1]
Berdasarkan amanat UUD 1945 di atas, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengambil peranan penting dalam memberikan perlindungan sepenuhnya kepada korban kejahatan beserta keluarganya. Perlindungan tersebut diberikan karena berasaskan pada penghargaan atas harkat dan martabat manusia, rasa aman, keadilan, tidak diskriminatif dan asas kepastian hukum.
Eksistensi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang berperan dalam memberikan pelayanan terhadap saksi dan/atau korban kejahatan pada khususnya, menurut Wenny Almoravid Dunga sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :
a.       Peraturan Perundang-undangan
b.      Sikap mental saksi dan korban
c.       Profesionalitas penegak hukum
d.      Kontrol masyarakat
e.       Media elektronik dan pers
Oleh karena itu sangat diperlukannya pengakuan atas keberadaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu sendiri didalam masyarakat untuk menyokong eksistensi LPSK itu sendiri dalam memberikan pelayanan yang baik khususnya terhadap korban kejahatana dan masyarakat pada umumnya. Sehingga korban atau masyarakat dapat merasakan sepenuhnya pengayoman saat berada dalam suatu proses peradilan.
2.      Tugas Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
Secara umum berdasarkan Pasal 12 UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban merumuskan bahwa “LPSK bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan/atau korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”. Hal tersebut adalah sebagai bentuk penegakan dari pada asas-asas yang melandasi perlindungan bagi korban kejahatan itu sendiri.
Secara garis besar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban memiliki tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam pelayanannya terhadap korban kejahatan sebagaiaman yang telah diamanatkan dalam UU No 13 Tahun 2006, diantaranya adalah :
a.       Memberikan Perlindungan Terhadap Korban Kejahatan
Tugas perlindungan yang harus diberikan LPSK terhadap korban kejahatan ini adalah didasarkan pada ketentuan Pasal 12 UU No 13 Tahun 2006. Perlindungan terhadap korban kejahatan sangat erat kaitannya dengan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Sehingga dalam hal ini LPSK menjaga agar hak-hak dari korban tidak dilanggar selama proses peradilan pidana berlangsung. Hal ini menunjukkan adanya penghargaan atas harkat dan martabat manusia itu sendiri.
Bentuk perlindungan yang paling utama diperlukan oleh korban kejahatan dan yang harus diberikan oleh LPSK sebagai bentuk pelayanan terhadap korban adalah sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, yaitu perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan,sedang,atau telah diberikan oleh korban. Bahkan dalam Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban untuk menindaklanjuti perlindungan atas salah satu hak korban di atas memerintahkan untuk memberi jaminan , dimana korban harus ditempatkan dalam suatu lokasi yang dirahasiakan dari siapapun untuk menjamin keamanan korban.
Bentuk perlindungan di atas juga merupakan suatu bentuk nyata dari pelaksanaan asas rasa aman dan asas keadilan yang menjadi landasan dalam pemberian perlindungan terhadap korban, karena dengan diberikannya perlindungan yang maksimal maka hal tersebut menunjukkan adanya keadilan, yaitu tidak hanya menjangkau pelaku akan tetapi juga pada korban kejahatan.
b.      Menerima Permohonan dan Melakukan Pemeriksaan terhadap Permohonan Korban Untuk Perlindungan
Untuk menindaklanjuti tugas dari LPSK sebagai lembaga yang memberikan pelayanan perlindungan kepada korban dalam semua tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan  peradilan, selanjutnya LPSK berkewajiban untuk menerima setiap permohonan tertulis yang diajukan oleh korban, baik itu permohonan atas inisiatif langsung dari korban maupun atas permintaan pejabat yang berwenang sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 29 UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Hal di atas menunjukkan bahwa LPSK tidak boleh hanya menerima permohonan perlindungan dari orang-orang tertentu saja, akan tetapi sebaliknya LPSK harus menerima setiap permohonan tertulis yang masuk/diajukan. Hal tersebut merupakan bentuk penerapan dari pada asas tidak diskriminatif, yaitu tidak adanya perbedaan perlakuan dalam hal setiap orang yang ingin mendapatkan pelayanan perlindungan kepada LPSK. Selain itu asas tidak diskriminatif ini merupakan tindak lanjut dari pada penegakan asas equality before the law ialah kesamaan kedudukan dimata hukum.
Selain menerima permohonan tertulis dari korban, sebagai tindak lanjutnya LPSK bertugas untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan-permohanan yang telah diajukan sebagaiamana yang diperintahkan dalam Pasal 29 huruf b UU Perlindungan Saksi dan Korban “LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaiamana dimaksud pada huruf a” . Kata “segera” dalam pasal tersebut jelaslah bermakna bahwa LPSK harus secepat mungkin melakukan pemeriksaan terhadap permohonan perlindungan yang diajukan oleh korban kejahatan, tujuannya adalah agar berkas permohonan tersebut tidak terbengkalai begitu saja, dan sebagai bentuk penunjukkan kualitas kinerja LPSK itu sendiri dalam menjalankan tugasnya, serta yang tidak kalah pentingnya adalah agar korban dengan secepatnya dapat mengetahui apakah permohonannya diterima atau tidak. Jika permohonannya diterima maka si korbanpun dengan segera akan mendapatkan perlindungan hukum di bawah naungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Sehingga hal tersebut menunjukkan adanya suatu kepastian hukum yang jelas bagi korban dalam upayanya mendapatkan pelayanan dari LPSK, yaitu sebagai bentuk penjelmaan dari pada asas kepastian hukum.
c.       Memberikan keputusan Pemberian Perlindungan Korban Kejahatan
Dalam pasal yang sama (Pasal 29) dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban mengatur bahwa keputusan LPSK terkait permohonan yang telah diajukan korban harus diberikan secara tertulis paling lambat 7 hari sejak permohonan perlindungan diajukan.
Dalam hal ini ada 2 kemungkinan keputusan LPSK atas dasar hasil pemeriksaan dari permohonan korban yaitu diterima atau tidak. Keputusan tersebut adalah ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan kelayakan dari pada apakah korban tersebut memenuhi syarat-syarat sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 28 UU No 13 Tahun 2006, ialah :
“Perjanjian perlindungan LPSK terhadap saksi dan/atau korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) diberikan dengan mempertimbangkan syarat sebagai berikut :
a.       Sifat pentingnya keterangan saksi dan/atau korban.
b.      Tingkat ancaman yang membahayakan saksi dan/atau korban.
c.       Hasil analisis tim medis / psikologi terhadap saksi dan/atau korban.
d.      Rekam jejak kejahatan yang pernah dilakukan oleh saksi dan/atau korban.”
d.      Mengajukan ke Pengadilan Berupa Hak Kompensasi dan Restitusi
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada korban bertugas sebagai perantara untuk mengajukan hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan hak atas restitusi ke pengadilan sebagaimana yang diinginkan oleh korban kejahatan. Terkait salah satu dari tugas LPSK ini diatur dalam Pasal 7 UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Restitusi adalah pemberian ganti kerugian oleh pelaku sebagai bentuk pertanggungjawabannya atas apa yang telah dilakukannya terhadap korban. Sedangkan yang dimaksud dengan hak atas kompensasi adalah hak atas pemberian ganti kerugian oleh pihak pemerintah karena pihak pelaku tidak mampu memberikan restitusi. Pemberian ganti kerugian oleh pemerintah ini bukan karena pemerintah bersalah akan tetapi adalah untuk pengembangan kebenaran, keadilan dan kesejahteraan rakyat.
e.       Menghentikan Program Perlindungan Korban Kejahatan
Pemberian perlindungan sebagai bentuk pelayanan terhadap korban kejahatan dari LPSK tidaklah serta merta begitu saja dapat berlaku selama-lamanya, akan tetapi hanya sampai pada waktu atau keadaan tertentu saja.
Pasal 32 ayat (1) UU Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan bahwa perlindungan atas keamanan saksi dan/atau korban hanya dapat dihentikan berdasarkan alasan :
a.       Saksi dan/atau korban meminta agar perlindungan terhadapnya dihentikan dalam hal permohonan diajukan atas inisiatif sendiri
b.      Atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal permintaan perlindungan terhadap saksi dan/atau korban berdasarkan atas permintaan pejabat yang bersangkutan
c.       Saksi dan/atau korban melanggar ketentuan sebagaimana tertulis dalam perjanjian
d.      LPSK berpendapat bahwa saksi dan/atau korban tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan.
B.     Kendala-Kendala Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Dalam Menjalankan Tugas Pelayanan Terhadap Korban Kejahatan
Dari beberapa tugas yang diemban oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sebagai lembaga yang mandiri dan bertanggung jawab dalam memberikan perlindungan dan bantuan sebagai bentuk pelayanan korban kejahatan masih terdapat kendala-kendala yang dialami oleh LPSK agar pemberian perlindungan tersebut dapat berlangsung dengan mulus dan baik, diantara kendala-kendala tersebut adalah seperti :
1.      LPSK mengalami kesulitan dalam mendapatkan kesediaan dari korban kejahatan/saksi korban untuk masuk kedalam program perlindungan yang disediakan oleh LPSK, karena terkendala dalam ketersediaan dari korban itu sendiri untuk memenuhi syarat-syarat standar yang telah ditetapkan dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban.
2.      Terkendala karena kurangnya ketersediaan anggaran atau dana perlindungan korban yang tersedia dan sumber daya manusia yang ada di LPSK itu sendiri, sehingga mempengaruhi profesionalitas LPSK dalam menjalankan tugasnya sebagai suatu lembaga yang dapat dikatakan masih baru terbentuk.
3.      Masalah kelembagaan
LPSK mengalami kendala dalam penempatan cabang/perwakilan LPSK itu sendiri di di luar ibukota Negara Indonesia walaupun undang-undang sudah  memberikan keleluasaan bagi LPSK untuk membentuk perwakilannya di daerah lainnya jika hal tersebut sesuai dengan kebutuhan dari LPSK, yaitu masih minimnya keberadaan cabang dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban di daerah-daerah wilayah Negara Indonesia .
4.      Kendala yang terdapat dalam Koordinasi antar lembaga Negara.
Pasal 36 ayat (1) UU Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan bahwa “Dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan, LPSK dapat bekerja lama dengan instansi terkait yang berwenang”, namun pada kenyataannya yang terjadi adalah dimana LPSK masih menemukan kesulitan dalam melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait yang dapat mendukung kinerja daripada LPSK.



BAB III
PENUTUP

A.     Simpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada bab pembahasan sebagai jawaban atas permasalahan yang timbul dalam bab pendahuluan makalah ini, maka dapatlah ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut.
1.      Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memiliki peranan yang sangat penting dalam memberikan perlindungan sepenuhnya kepada korban kejahatan beserta keluarganya selama proses peradilan berlangsung sebagai suatu bentuk pelayanan yang diberikan kepada korban kejahatan.
Kemudian yang menjadi tugas daripada LPSK dalam memberikan pelayanan terhadap korban kejahatan diantaranya adalah :
a.       Memberikan Perlindungan Terhadap Korban Kejahatan
b.      Menerima Permohonan dan Melakukan Pemeriksaan terhadap Permohonan Korban Untuk Perlindungan
c.       Memberikan keputusan Pemberian Perlindungan Korban Kejahatan
d.      Mengajukan ke Pengadilan Berupa Hak Kompensasi dan Restitusi
e.       Menghentikan Program Perlindungan Korban Kejahatan
2.      Beberapa kendala yang dialami oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam menjalankan tugas pelayanan perlindungan terhadap korban kejahatan, diantaranya adalah :
a.       Kesulitan dalam mendapatkan kesediaan dari korban kejahatan untuk masuk kedalam program perlindungan yang disediakan oleh LPSK
b.      Kurangnya ketersediaan anggaran atau dana dalam upaya pelayanan perlindungan terhadap korban kejahatan dan sumber daya manusia
c.       Kendala dalam penempatan cabang/perwakilan LPSK itu sendiri di di luar ibukota Negara Indonesia
d.      Kendala yang terdapat dalam Koordinasi antar lembaga Negara.
B.     Saran
Memperhatikan kesimpulan tersebut di atas serta dengan adanya kesempatan bagi penulis dalam penulisan ini, maka penulis mencoba memberikan saran-saran yang kemungkinan ada gunanya bagi penulis sendiri, para pembaca umumnya, maupun Instansi Pemerintah terkait pada khususnya. Adapun saran-saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut.
1.      Pemerintah Negara Indonesia diharapkan dapat memberikan perhatian yang lebih lagi terhadap pentingnya keberadaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yaitu dengan memberikan dukungan moril maupun materil sepenuhnya agar tujuan dibentuknya LPSK itu sendiri dapat terwujud sebagaimana mestinya, sehingga manfaat dari LPSK dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia secara menyeluruh atau merata.
2.      Menyarankan agar pembentuk undang-undang agar lebih memperhatikan tujuan pelayanan perlindungan yang diberikan oleh LPSK, yaitu jangan hanya sebatas tertuju kepada korban maupun saksi saja, akan tetapi juga harus memberikan perhatian perlindungan untuk “Pelapor”
3.      Dalam hal kendala-kendala yang dialami oleh LPSK dalam menjalankan tugasnya, terutama terkait ketersediaan dana/anggaran, maka disarankan agar pemerintah memberikan anggaran yang lebih untuk LPSK dalam memberikan perlindungan  terhadap korban kejahatan secara maksimal. Selain itu peran dari koordinasi antara Presiden dengan LPSK  harus lebih diintensifkan sebagai bentuk upaya pengawasan terhadap pelaksanaan tugas LPSK sebagaimana mestinya.

DAFTAR PUSTAKA disembunyikan



4 komentar: