ANALISIS
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 1985
TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (KONVENSI
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT)
By : Anneka Saldian Mardhiah
Sumber : "Mbah Google"
NB: Dierbolehkan CoPas Untuk keperluan Pendidikan..
Biasakanlah Minta izin kepada Penulis terlebih dahulu..
Tapi
hanya dapat sebagai Landasan/Referensi sebuah Penulisan (tugas, makalah,dll)
BUKAN untuk DITIRU secara keseluruhan
Hargai lah hasil karya orang lain >> STOP
PLAGIAT!!
@hak cipta
United Nations Convention On the
Law Of The Sea (UNCLOS III) atau yang sering dikenal dengan Konvensi Hukum
Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982 merupakan produk hukum internasional yang
terakhir disepakati oleh Negara-negara dunia yang tergabung dalam Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) sebagai pengaturan laut berskala internasional, merupakan
suatu bentuk usaha masyarakat internasional untuk mengatur masalah kelautan.
Sebelumnya rejim hukum laut sudah mulai diatur dalam Konvensi Jenewa 1958,
namun belum mencapai suatu kesempurnaan dalam pengaturan rejim hukum laut dari
segala aspeknya, karena dilihat dalam masa perkembangannya menunjukkan bahwa
perlu adanya suatu konvensi hukum laut yang baru dan dapat diterima secara
umum.
United Nations Convention On The
Law Of The Sea (UNCLOS III) sebagai hasil dari Konvensi Hukum Laut
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) 1982 ditandatangani oleh 117 negara peserta
PBB tepatnya di Montego Bay-Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982. Dibandingkan
dengan Konvensi Jenewa 1958, Konvensi ini mengatur rejim-rejim hukum laut
secara lengkap dan menyeluruh, dimana satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan. Indonesia adalah salah satu Negara yang ikut menandatangani
konvensi tersebut dan sebagai bentuk perhatian Indonesia terhadap rejim hukum
laut dan untuk memperkuat kedaulatan atas wilayah laut, maka 3 (tiga) tahun
berselang setelah ditandatanganinya United
Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS III) Indonesia pun
meratifikasi atau mengesahkan konvensi tersebut dengan mengundangkan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut). Tindakan Indonesia ini
menimbulkan adanya hak-hak dan kewajiban yang melekat pada Indonesia sendiri
dalam kancah internasional, khususnya dalam bidang kelautan, dimana Indonesia
harus menghormati, mentaati, dan melaksanakan aturan-aturan sesuai dengan
ketentuan didalam United Nations
Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS III).
Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 ini disahkan di Jakarta pada tanggal 31
Desember 1985 yang ditandatangani langsung oleh Presiden Soeharto.
Undang-undang tersebut terdiri atas 2 Pasal, yaitu :
1.
Mengesahkan United Nations Convention the Law Of the
Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), yang salinan
naskah aslinya dalam bahasa inggeris dilampirkan pada Undang-undang ini ( Pasal
1 ).
2.
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan ( Pasal 2 ).
Sama halnya dengan tujuan diselenggarakannya Konvensi Hukum Laut PBB
1982, Indonesia meratifikasi United Nations
Convention On The Law Of The Sea (UNCOLS III) ialah atas suatu keinginan
dan ketekadan yang kuat untuk memperkokoh perdamaian, keamanan, kerjasama dan
hubungan bersahabat antara semua bangsa sesuai dengan asas keadilan dan
persamaan hak dan akan memajukan peningkatan ekonomi dan sosial segenap rakyat
dunia, sesuai dengan tujuan dan asas Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagaiamana
yang telah ditetapkan. Kemudian daripada itu secara khusus Indonesia meratifikasi UNCLOS III adalah sebagai
suatu bentuk upaya untuk memperkuat, memperjelas, menjaga kekuasaan Indonesia
atas kedaulatan wilayah lautnya.
Dengan Indonesia
meratifikasi UNCLOS III, secara garis besar hal tersebut sangat bermanfaat dan
memberikan lebih banyak dampak positif bagi Indonesia dalam hal penguasaan atas
wilayah laut. Diantaranya yang sangat menguntungkan dari sisi Indonesia adalah
sebagaimana yang dijelaskan di dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 17
Tahun 1985 tersebut menyebutkan bahwasanya konvensi ini ( Konvensi Hukum Laut
PBB 1982) mempunyai arti yang sangat penting bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
karena untuk pertama kalinya asas Negara Kepulauan yang selama dua puluh lima
tahun secara terus menerus diperjuangkan oleh Indonesia pada akhirnya telah
membuahkan hasil, yaitu berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat
internasional. Dimana pengakuan resmi asas Negara Kepulauan tersebut sangatlah
penting bagi Indonesia dalam
mewujudkan satu kesatuan wilayah Negara Republik Indonesia.
Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwasanya Indonesia telah
berusaha memperjuangkan status Negara kepulauan sejak Deklarasi Djuanda 13
Desember 1957, walaupun beberapa Negara sudah ada yang mengakui hal tersebut,
namun pada waktu itu belumlah mendapatkan pengakuan secara resmi dari masyarakat
internasional. Diperjuangkannya Indonesia
sebagai Negara Kepulauan yang berwawasan nusantara untuk mewujudkan suatu
kesatuan wilayah Indonesia,
ialah satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan.
Sehubungan dengan diakuinya Indonesia sebagai Negara Kepulauan, maka
otomatis perairan Indonesia yang dahulunya merupakan bahagian dari Laut Lepas
kini menjadi wilayah perairan Indonesia, artinya kedaulatan Indonesia atas
wilayah perairannya semakin luas dibandingkan sebelum ditandatanganinya
Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982. Indonesia memiliki pulau
sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km, sehingga secara
geografis Indonesia merupakan negara maritim, yang memiliki luas total wilayah
7,9 Juta Kilometer Persegi, yang terdiri atas 1,9 Juta Kilometer Persegi
daratan dan 5,8 Juta Kilometer Persegi berupa Lautan. Bersamaan dengan semakin
luasnya wilayah perairan Indonesia tersebut juga berdampak kepada keutuhan
kesatuan wilayah Negara Republik Indonesia, yaitu sebelumnya ada diantara
wilayah Indonesia yang harus dipisahkan karena adanya laut lepas, tapi setelah
Konvensi Hukum Laut 1982 disepakati dan wilayah perairan Indonesia semakin
bertambah menyebabkan wilayah laut lepas tadi tidak ada lagi, akan tetapi
bersatu menjadi satu kesatuan wilayah perairan Indonesia.
Status Negara kepulauan yang dimiliki Indonesia juga memiliki dampak
positif lainnya, yaitu memposisikan Indonesia berada pada posisi yang strategis
bagi kegiatan ekonomi, sosial dan budaya, karena sebagaimana yang diketahui
bahwasanya Indonesia berada di garis khatulistiwa , berada diantara dua benua (
Asia dan Australia), dan dua samudera (Pasifik dan India), serta Negara yang
menjadi tempat perlintasan kapal-kapal asing sebagai bentuk aktifitas-aktifitas
perekonomian.
Dengan meratifikasi UNCLOS III kedalam peraturan perundang-undangan
nasional membuat adanya kejelasan batas wilayah dari Negara Indonesia, sehingga dapat dijadikan
alat legitimasi dalam menjalin hubungan berbangsa dan bernegara. Kejelasan
batas-batas perairan suatu negara dengan Negara-negara yang berbatasan langsung
juga akan dapat membantu memperjelas fungsi pertahanan negara, yaitu menjaga
kemungkinan serangan atau penyusupan dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Karena dengan meratifikasi UNCLOS 1982 merupakan sebagai
bentuk langkah untuk mempertahankan kedaulatan Negara, karena mengingat
bahwasanya Indonesia
memiliki wilayah perairan yang sangat luas.
Dilihat dari sudut pengaturan rejim-rejim hukum laut juga banyak
memberikan keuntungan bagi Indonesia sebagai Negara kepulauan yang berwawasan
nusantara, diantaranya adalah: Pertama,
pengaturan mengenai lebar laut territorial yang sebelum diratifikasikannya
UNCLOS III menunjukkan adanya keanekaragaman dalam masalah lebar Laut
territorial, dimana ada Negara yang mengukur lebar laut teritorialnya dari 3
mil sampai 200 mil jauhnya, namun sekarang menemukan titik kejelasan bahwasanya
lebar Laut Teritorial adalah tidak boleh lebih dari 12 mil laut. Kedua, pengaturan mengenai lebar
Zona Tambahan adalah maksimal 24 mil laut diukur dari garis dasar Laut
Teritorial, Indonesia memiliki yurisdiksi pengawasan di zona tersebut untuk
mencegah dan menindak pelanggaran Bea Cukai, Imigrasi, Fiskal dan saniter. Ketiga, Zona Ekonomi Eksklusif
yang diatur memiliki lebar sampai 200 mil laut membuat wilayah laut Negara Indonesia
bertambah luas yaitu dengan diberikannya “Hak Berdaulat” atas ZEE tersebut. Keempat, dalam hal pengaturan
lebar Landas Kontinen juga menunjukkan dampak yang positif bagi Negara-negara
pantai - khususnya Indonesia, yaitu
dimana Landas Kontinen yang pada mulanya termasuk kedalam rejim Zona Ekenomo
Eksklusif, namun pada Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS III) Landas Kontinen
diatur dalam Bab tersendiri dan memberikan kesempatan yang memungkinkan suatu
Negara panati (salah satunya Indonesia) memiliki lebar Landas Kontinen melebihi
lebar Zona Ekonomi Eksklusif, yaitu dengan tidak melebihi dari 350 mil laut.
Kejelasan batas-batas rejim hukum laut yang diatur di dalam UNCLOS III di
atas tentunya dapat menciptakan kesejahteraan khususnya bagi warga negara Indonesia
melalui terjaminnya pemanfaatan potensi sumber daya alam seperti kegiatan
perikanan, eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai, wisata bahari, transportasi
laut dan berbagai kegiatan kelautan lainnya.
Kemudian selain itu, atas dasar Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
pengesahan Konvensi Hukum Laut 1982 akan membuka jalan bagi Negara Indonesia
yang dalam hal ini adalah dijalankan oleh Pemerintah, yaitu dimana Pemerintah
dapat membuat dan mensahkan peraturan perundang-undangan lebih lanjut terkait
rejim-rejim hukum laut sebagaiaman yang diamanatkan di dalam UNCLOS III sebagai
suatu upaya untuk melindungi hak berdaulat atas kekayaan dan yuridiksi yang
dimiliki oleh Indonesia terhadap wilayah perairannya dan sebagai bentuk usaha
untuk memperkuat eksistensi atau keberadaan Negara Republik Indonesia di kancah
Internasional, sehingga tidak lagi dipandang sebelah mata oleh Negara-negara
lain di dunia/ masyarakat internasional.
Selain kelebihan atau dampak positif yang didapatkan Indonesia dengan mengesahkan
United Nations Convention On The Law
Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Tentang Hukum Laut) melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, ternyata ada
kelemahan yang dirasakan atau dampak negatif yang masih dapat dirasakan oleh Negara
Indonesia, walaupun dampak negatif itu berbanding lebih sedikit dari pada
dampak positif yang sangat banyak dirasakan.
Diantara kelemahannya itu adalah disamping keberadaan Indonesia pada
posisi yang strategis dalam kegiatan perekonomian, sosial dan budaya juga
berpengaruh terhadap Indonesia yang sangat rawan untuk mengalami konflik dengan
negara tetangga, baik yang berbatasan langsung dengan Indonesia maupun
berbatasan secara tidak langsung dengan Indonesia. Negara-negara tetangga akan
mengklaim suatu wilayah laut yang pada mulanya diklaim oleh Indonesia sebagai
wilayah kekuasaanya, hal ini terjadi karena Negara yang berbatasan langsung
dengan Negara indonesia tersebut juga berusaha memperluas wilayah lautnya
dengan pengukuran garis batas sebagaimana yang ditentukan di dalam UNCLOS III.
Selain itu konflik dapat saja terjadi ketika Indonesia sudah mengesahkan UNCLOS
III, kemudian mendasarkan pengaturan wilayah laut berdasarkan UNCLOS tersebut,
namun di lain pihak Negara tetangga dalam mengklaim suatu wilayah laut malah
tidak tunduk atau tidak didasarkan kepada UNCLOS akan tetapi hanya dilakukan
secara sepihak, seperti halnya contoh konflik yang terjadi antara Indonesia dengan
Malaysia terkait kasus perebutan blok Ambalat.
Selain itu, wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah wilayah
perairan mempunyai banyak celah kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh negara
lain yang pada akhirnya dapat meruntuhkan bahkan dapat menyebabkan disintegrasi
bangsa Indonesia.
KESIMPULAN
Dengan Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan United Nations Convention On
The Law Of The Sea (Konvensi PBB tentang Hukum Laut) ternyata tidak menutup
kemungkinan masih adanya kelemahan atau dampak negatif yang dirasakan oleh
Negara Indonesia. Akan tetapi hal tersebut masih dapat disyukuri oleh bangsa Indonesia karena dengan adanya UNCLOS III
tersebut masih sangat bermanfaat dan memberikan lebih banyak dampak positif
bagi Indonesia
dalam hal penguasaan atas wilayah laut. Pengesahan UNCLOS III mempunyai arti
yang sangat penting bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia karena untuk
pertama kalinya asas Negara Kepulauan yang selama dua puluh lima tahun secara
terus menerus diperjuangkan oleh Indonesia pada akhirnya berhasil memperoleh
pengakuan resmi masyarakat internasional. Asas Negara kepulauan yang melekat
pada Indonesia tersebut
berpengaruh besar terhadap pengaturan-pengaturan rejim-rejim hukum laut yang
menguntungkan bagi Indonesia
sendiri yaitu kedaulatan atas wilayah laut yang semakin luas.
nice posting
BalasHapusthanks...
Hapustp msih perlu perbaikan untuk lbih baik lg
izin copas ya
BalasHapusijin jadiin referensi vroooh
BalasHapusI like it.
BalasHapusizin copy for bahan diskusi dan juga referensi
izin copas yaa :)
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusPoor & Forgotten UNCLOS based on Article 38 (1) ICJ when the issue was submitted on Arbitration and failed Indonesian Civil Law System
BalasHapusijin copas buat bahan diskusi
BalasHapusizin copas sedikit utk tugas kuliah
BalasHapusbagaimana HUKUM LAUT yang sudah di rativikasi ke peraturan nasional gan UU No brapa ?
BalasHapusTrima kasih, sangat membantu
BalasHapusizin copy kanda. thksbfore
BalasHapusijin copas buat tugas pkn
BalasHapusKak izin copas ya kak. mkasih
BalasHapusKak izin copas untuk keperluan makalah, hanya satu paragraf
BalasHapuswaah...sy baru bisa buka blog lagi
Hapusalhamdulillah makalahnya sampe tahun 2020 masih bermanfaat
sukses yaa buat kamu..trm ksh sudah mampir di blog ini