Kamis, 18 April 2013

HUKUM LAUT INTERNASIONAL




ANALISIS
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 1985 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT)
By : Anneka Saldian Mardhiah
Sumber : "Mbah Google"

NB: Dierbolehkan CoPas Untuk keperluan Pendidikan..
        Biasakanlah Minta izin kepada Penulis terlebih dahulu..
        Tapi hanya dapat sebagai Landasan/Referensi sebuah Penulisan (tugas, makalah,dll)  
        BUKAN untuk DITIRU secara keseluruhan
        Hargai lah hasil karya orang lain >> STOP PLAGIAT!!
@hak cipta
United Nations Convention On the Law Of The Sea (UNCLOS III) atau yang sering dikenal dengan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982 merupakan produk hukum internasional yang terakhir disepakati oleh Negara-negara dunia yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sebagai pengaturan laut berskala internasional, merupakan suatu bentuk usaha masyarakat internasional untuk mengatur masalah kelautan. Sebelumnya rejim hukum laut sudah mulai diatur dalam Konvensi Jenewa 1958, namun belum mencapai suatu kesempurnaan dalam pengaturan rejim hukum laut dari segala aspeknya, karena dilihat dalam masa perkembangannya menunjukkan bahwa perlu adanya suatu konvensi hukum laut yang baru dan dapat diterima secara umum.
United Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS III) sebagai hasil dari Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) 1982 ditandatangani oleh 117 negara peserta PBB tepatnya di Montego Bay-Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982. Dibandingkan dengan Konvensi Jenewa 1958, Konvensi ini mengatur rejim-rejim hukum laut secara lengkap dan menyeluruh, dimana satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Indonesia adalah salah satu Negara yang ikut menandatangani konvensi tersebut dan sebagai bentuk perhatian Indonesia terhadap rejim hukum laut dan untuk memperkuat kedaulatan atas wilayah laut, maka 3 (tiga) tahun berselang setelah ditandatanganinya United Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS III) Indonesia pun meratifikasi atau mengesahkan konvensi tersebut dengan mengundangkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut). Tindakan Indonesia ini menimbulkan adanya hak-hak dan kewajiban yang melekat pada Indonesia sendiri dalam kancah internasional, khususnya dalam bidang kelautan, dimana Indonesia harus menghormati, mentaati, dan melaksanakan aturan-aturan sesuai dengan ketentuan didalam United Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS III).
Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 ini disahkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 1985 yang ditandatangani langsung oleh Presiden Soeharto. Undang-undang tersebut terdiri atas 2 Pasal, yaitu :
1.      Mengesahkan United Nations Convention the Law Of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), yang salinan naskah aslinya dalam bahasa inggeris dilampirkan pada Undang-undang ini ( Pasal 1 ).
2.      Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan ( Pasal 2 ).
Sama halnya dengan tujuan diselenggarakannya Konvensi Hukum Laut PBB 1982, Indonesia meratifikasi United Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCOLS III) ialah atas suatu keinginan dan ketekadan yang kuat untuk memperkokoh perdamaian, keamanan, kerjasama dan hubungan bersahabat antara semua bangsa sesuai dengan asas keadilan dan persamaan hak dan akan memajukan peningkatan ekonomi dan sosial segenap rakyat dunia, sesuai dengan tujuan dan asas Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagaiamana yang telah ditetapkan. Kemudian daripada itu secara khusus Indonesia meratifikasi UNCLOS III adalah sebagai suatu bentuk upaya untuk memperkuat, memperjelas, menjaga kekuasaan Indonesia atas kedaulatan wilayah lautnya.
Dengan Indonesia meratifikasi UNCLOS III, secara garis besar hal tersebut sangat bermanfaat dan memberikan lebih banyak dampak positif bagi Indonesia dalam hal penguasaan atas wilayah laut. Diantaranya yang sangat menguntungkan dari sisi Indonesia adalah sebagaimana yang dijelaskan di dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tersebut menyebutkan bahwasanya konvensi ini ( Konvensi Hukum Laut PBB 1982) mempunyai arti yang sangat penting bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia karena untuk pertama kalinya asas Negara Kepulauan yang selama dua puluh lima tahun secara terus menerus diperjuangkan oleh Indonesia pada akhirnya telah membuahkan hasil, yaitu berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat internasional. Dimana pengakuan resmi asas Negara Kepulauan tersebut sangatlah penting bagi Indonesia dalam mewujudkan satu kesatuan wilayah Negara Republik Indonesia.
Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwasanya Indonesia telah berusaha memperjuangkan status Negara kepulauan sejak Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957, walaupun beberapa Negara sudah ada yang mengakui hal tersebut, namun pada waktu itu belumlah mendapatkan pengakuan secara resmi dari masyarakat internasional. Diperjuangkannya Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang berwawasan nusantara untuk mewujudkan suatu kesatuan wilayah Indonesia, ialah satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan.
Sehubungan dengan diakuinya Indonesia sebagai Negara Kepulauan, maka otomatis perairan Indonesia yang dahulunya merupakan bahagian dari Laut Lepas kini menjadi wilayah perairan Indonesia, artinya kedaulatan Indonesia atas wilayah perairannya semakin luas dibandingkan sebelum ditandatanganinya Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982. Indonesia memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km, sehingga secara geografis Indonesia merupakan negara maritim, yang memiliki luas total wilayah 7,9 Juta Kilometer Persegi, yang terdiri atas 1,9 Juta Kilometer Persegi daratan dan 5,8 Juta Kilometer Persegi berupa Lautan. Bersamaan dengan semakin luasnya wilayah perairan Indonesia tersebut juga berdampak kepada keutuhan kesatuan wilayah Negara Republik Indonesia, yaitu sebelumnya ada diantara wilayah Indonesia yang harus dipisahkan karena adanya laut lepas, tapi setelah Konvensi Hukum Laut 1982 disepakati dan wilayah perairan Indonesia semakin bertambah menyebabkan wilayah laut lepas tadi tidak ada lagi, akan tetapi bersatu menjadi satu kesatuan wilayah perairan Indonesia.
Status Negara kepulauan yang dimiliki Indonesia juga memiliki dampak positif lainnya, yaitu memposisikan Indonesia berada pada posisi yang strategis bagi kegiatan ekonomi, sosial dan budaya, karena sebagaimana yang diketahui bahwasanya Indonesia berada di garis khatulistiwa , berada diantara dua benua ( Asia dan Australia), dan dua samudera (Pasifik dan India), serta Negara yang menjadi tempat perlintasan kapal-kapal asing sebagai bentuk aktifitas-aktifitas perekonomian.
Dengan meratifikasi UNCLOS III kedalam peraturan perundang-undangan nasional membuat adanya kejelasan batas wilayah dari Negara Indonesia, sehingga dapat dijadikan alat legitimasi dalam menjalin hubungan berbangsa dan bernegara. Kejelasan batas-batas perairan suatu negara dengan Negara-negara yang berbatasan langsung juga akan dapat membantu memperjelas fungsi pertahanan negara, yaitu menjaga kemungkinan serangan atau penyusupan dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena dengan meratifikasi UNCLOS 1982 merupakan sebagai bentuk langkah untuk mempertahankan kedaulatan Negara, karena mengingat bahwasanya Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas.
Dilihat dari sudut pengaturan rejim-rejim hukum laut juga banyak memberikan keuntungan bagi Indonesia sebagai Negara kepulauan yang berwawasan nusantara, diantaranya adalah: Pertama, pengaturan mengenai lebar laut territorial yang sebelum diratifikasikannya UNCLOS III menunjukkan adanya keanekaragaman dalam masalah lebar Laut territorial, dimana ada Negara yang mengukur lebar laut teritorialnya dari 3 mil sampai 200 mil jauhnya, namun sekarang menemukan titik kejelasan bahwasanya lebar Laut Teritorial adalah tidak boleh lebih dari 12 mil laut. Kedua, pengaturan mengenai lebar Zona Tambahan adalah maksimal 24 mil laut diukur dari garis dasar Laut Teritorial, Indonesia memiliki yurisdiksi pengawasan di zona tersebut untuk mencegah dan menindak pelanggaran Bea Cukai, Imigrasi, Fiskal dan saniter. Ketiga, Zona Ekonomi Eksklusif yang diatur memiliki lebar sampai 200 mil laut membuat wilayah laut Negara Indonesia bertambah luas yaitu dengan diberikannya “Hak Berdaulat” atas ZEE tersebut. Keempat, dalam hal pengaturan lebar Landas Kontinen juga menunjukkan dampak yang positif bagi Negara-negara pantai - khususnya  Indonesia, yaitu dimana Landas Kontinen yang pada mulanya termasuk kedalam rejim Zona Ekenomo Eksklusif, namun pada Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS III) Landas Kontinen diatur dalam Bab tersendiri dan memberikan kesempatan yang memungkinkan suatu Negara panati (salah satunya Indonesia) memiliki lebar Landas Kontinen melebihi lebar Zona Ekonomi Eksklusif, yaitu dengan tidak melebihi dari 350 mil laut.
Kejelasan batas-batas rejim hukum laut yang diatur di dalam UNCLOS III di atas tentunya dapat menciptakan kesejahteraan khususnya bagi warga negara Indonesia melalui terjaminnya pemanfaatan potensi sumber daya alam seperti kegiatan perikanan, eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai, wisata bahari, transportasi laut dan berbagai kegiatan kelautan lainnya.
Kemudian selain itu, atas dasar Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan Konvensi Hukum Laut 1982 akan membuka jalan bagi Negara Indonesia yang dalam hal ini adalah dijalankan oleh Pemerintah, yaitu dimana Pemerintah dapat membuat dan mensahkan peraturan perundang-undangan lebih lanjut terkait rejim-rejim hukum laut sebagaiaman yang diamanatkan di dalam UNCLOS III sebagai suatu upaya untuk melindungi hak berdaulat atas kekayaan dan yuridiksi yang dimiliki oleh Indonesia terhadap wilayah perairannya dan sebagai bentuk usaha untuk memperkuat eksistensi atau keberadaan Negara Republik Indonesia di kancah Internasional, sehingga tidak lagi dipandang sebelah mata oleh Negara-negara lain di dunia/ masyarakat internasional.
Selain kelebihan atau dampak positif yang didapatkan Indonesia dengan mengesahkan United Nations Convention On The Law Of  The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut) melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, ternyata ada kelemahan yang dirasakan atau dampak negatif yang masih dapat dirasakan oleh Negara Indonesia, walaupun dampak negatif itu berbanding lebih sedikit dari pada dampak positif yang sangat banyak dirasakan.
Diantara kelemahannya itu adalah disamping keberadaan Indonesia pada posisi yang strategis dalam kegiatan perekonomian, sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap Indonesia yang sangat rawan untuk mengalami konflik dengan negara tetangga, baik yang berbatasan langsung dengan Indonesia maupun berbatasan secara tidak langsung dengan Indonesia. Negara-negara tetangga akan mengklaim suatu wilayah laut yang pada mulanya diklaim oleh Indonesia sebagai wilayah kekuasaanya, hal ini terjadi karena Negara yang berbatasan langsung dengan Negara indonesia tersebut juga berusaha memperluas wilayah lautnya dengan pengukuran garis batas sebagaimana yang ditentukan di dalam UNCLOS III. Selain itu konflik dapat saja terjadi ketika Indonesia sudah mengesahkan UNCLOS III, kemudian mendasarkan pengaturan wilayah laut berdasarkan UNCLOS tersebut, namun di lain pihak Negara tetangga dalam mengklaim suatu wilayah laut malah tidak tunduk atau tidak didasarkan kepada UNCLOS akan tetapi hanya dilakukan secara sepihak, seperti halnya contoh konflik yang terjadi antara Indonesia dengan Malaysia terkait kasus perebutan blok Ambalat.
Selain itu, wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah wilayah perairan mempunyai banyak celah kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh negara lain yang pada akhirnya dapat meruntuhkan bahkan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia.


KESIMPULAN
Dengan Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi PBB tentang Hukum Laut) ternyata tidak menutup kemungkinan masih adanya kelemahan atau dampak negatif yang dirasakan oleh Negara Indonesia. Akan tetapi hal tersebut masih dapat disyukuri oleh bangsa Indonesia karena dengan adanya UNCLOS III tersebut masih sangat bermanfaat dan memberikan lebih banyak dampak positif bagi Indonesia dalam hal penguasaan atas wilayah laut. Pengesahan UNCLOS III mempunyai arti yang sangat penting bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia karena untuk pertama kalinya asas Negara Kepulauan yang selama dua puluh lima tahun secara terus menerus diperjuangkan oleh Indonesia pada akhirnya berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat internasional. Asas Negara kepulauan yang melekat pada Indonesia tersebut berpengaruh besar terhadap pengaturan-pengaturan rejim-rejim hukum laut yang menguntungkan bagi Indonesia sendiri yaitu kedaulatan atas wilayah laut yang semakin luas.

17 komentar:

  1. Balasan
    1. thanks...

      tp msih perlu perbaikan untuk lbih baik lg

      Hapus
  2. ijin jadiin referensi vroooh

    BalasHapus
  3. I like it.
    izin copy for bahan diskusi dan juga referensi

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Poor & Forgotten UNCLOS based on Article 38 (1) ICJ when the issue was submitted on Arbitration and failed Indonesian Civil Law System

    BalasHapus
  6. ijin copas buat bahan diskusi

    BalasHapus
  7. izin copas sedikit utk tugas kuliah

    BalasHapus
  8. bagaimana HUKUM LAUT yang sudah di rativikasi ke peraturan nasional gan UU No brapa ?

    BalasHapus
  9. Kak izin copas ya kak. mkasih

    BalasHapus
  10. Kak izin copas untuk keperluan makalah, hanya satu paragraf

    BalasHapus
    Balasan
    1. waah...sy baru bisa buka blog lagi

      alhamdulillah makalahnya sampe tahun 2020 masih bermanfaat

      sukses yaa buat kamu..trm ksh sudah mampir di blog ini

      Hapus